Penerapan Pengukuh Positif dan Negatif
Bab I
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Motivasi
dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan
suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri
(motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik) (Akhmad Sudrajat).
seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mednorong timbulnya
kekuatan pada diri individu; sikap yang dipengaruhi untuk pencapaian
suatu tujuan (Wulyo, 1990); suatu variabel yang ikut campur tangan yang
digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme,
yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah
laku menuju satu sasaran (J.P. Chaplin, 2001).
Suatu
kekuatan yang mendorong atau menarik yang tercermin dalam tingkah laku
yang konsisiten menuju tujuan tertentu (Lusi, 1996). Motivasi
merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau
mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana
atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup.
Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu
tujuan. (Angelina Yuri Pujilistiyani.Ch)
Setiap
orang pasti memiliki motivasi. Tingkatannya bisa berbeda-beda
tergantung dari stimulus (rangsangan) yang diberikan otak. Selain
berbeda tingkatannya, motivasi juga memiliki obyek (sasaran) yang
berbeda. Belum tentu setiap orang memiliki sasaran motivasi yang sama
dengan tingkatan yang sama pula.
B. Beberapa Teori tentang Motivasi :
1. Teori Kepuasan ( Content Theory)
- Teori Hirarki Kebutuhan Maslow (Maslow’s Hierarchy of Needs).
1. Teori Kepuasan ( Content Theory)
- Teori Hirarki Kebutuhan Maslow (Maslow’s Hierarchy of Needs).
- Teori Mc Clelland
- Teori X dan Y (XY Theory)
- Teori ERG (ERG Theory)
- Teori Kebutuhan Mc. Clelland (Mc. Clelland Theory)
- Teori Motivasi-Higiene (Hygiene-Motivation Theory)
2. Teori Proses (Process Theory)
- Teori Harapan (Expectancy Theory)
- Teori Penentuan Tujuan (Goal Setting Theory)
- Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
- Teori Keadilan (Equity Theory)
- Teori X dan Y (XY Theory)
- Teori ERG (ERG Theory)
- Teori Kebutuhan Mc. Clelland (Mc. Clelland Theory)
- Teori Motivasi-Higiene (Hygiene-Motivation Theory)
2. Teori Proses (Process Theory)
- Teori Harapan (Expectancy Theory)
- Teori Penentuan Tujuan (Goal Setting Theory)
- Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
- Teori Keadilan (Equity Theory)
C. Urgensi Memotivasi Diri
1. Selalu Bersemangat
2. Tekun dalam Bekerja
3. Tidak Bergantung Motivasi dari Orang Lain
4. Selalu berinisiatif dan kreatif
5. Produksi dalam bekerja
6. Tercapainya tujuan yang diinginkan
7. Meraih tujuan lebih cepat
8. Optimis terhadap masa depan
9. Menikmati hidup dan pekerjaan
10. Terhindar dari kesepian
11. Terhindar dari rasa jenuh
12. Menunaikan kewajiban syar’i
13. Melaksanakan sunnah Rasul
14. Memperoleh sukses di dunia dan akhirat
1. Selalu Bersemangat
2. Tekun dalam Bekerja
3. Tidak Bergantung Motivasi dari Orang Lain
4. Selalu berinisiatif dan kreatif
5. Produksi dalam bekerja
6. Tercapainya tujuan yang diinginkan
7. Meraih tujuan lebih cepat
8. Optimis terhadap masa depan
9. Menikmati hidup dan pekerjaan
10. Terhindar dari kesepian
11. Terhindar dari rasa jenuh
12. Menunaikan kewajiban syar’i
13. Melaksanakan sunnah Rasul
14. Memperoleh sukses di dunia dan akhirat
D. Hambatan Memotivasi Diri
1. Kurangnya percaya diri
2. Cemas
3. Opini negatif
4. Perasaaan tidak ada masa depan
5. Merasa diri tidak penting
6. Tidak tahu apa yang terjadi
7. Pengakuan semu
1. Kurangnya percaya diri
2. Cemas
3. Opini negatif
4. Perasaaan tidak ada masa depan
5. Merasa diri tidak penting
6. Tidak tahu apa yang terjadi
7. Pengakuan semu
Bab II
PEMBAHASAN
A. Theory Teori Achievement Mc Clelland ( Kebutuhan Berprestasi)
David
McClelland, seorang pakar psikologi yang terkenal telah mempelajari
hubungan antara kebutuhan dengan perilaku sejak tahun 1940an. Ia membagi
kebutuhan menjadi tiga jenis, yaitu prestasi (achievement), kekuasaan (power), dan afilasi (affilation).
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high
achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk
mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai
situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran
misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan
kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
Merupakan teori yang dikenalkan oleh David McClelland (1961). Dasar teorinya tetap berdasarkan teori kebutuhan Maslow, namun ia mencoba mengkristalisasinya menjadi tiga kebutuhan:
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
· Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
· Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan soscialneed-nya Maslow)
· Need for Power (dorongan untuk mengatakan sesuatu)
B. Hirarki Maslow
Hirarki kebutuhan menurut Maslow adalah sebagai berikut:
1. The need for self-actualization
2. The esteem needs
3. The love needs
4. The safety needs
5. The 'physiological' needs
Dia
berargumen bahwa seseorang tidak akan mencapai tingkat kebutuhan yang
lebih tinggi sebelum tercapai kebutuhan yang di bawahnya. Misalnya,
seseorang akan sulit mendapatkan kebutuhan akan cinta kalau kebutuhan
fisiologisnya belum tercapai. Begitu seterusnya hingga sampai kebutuhan
aktualisasi diri. Namun dalam penelitian selanjutnya ternyata ada
individu yang tidak begitu saja harus membutuhkan kebutuhan di bawahnya
sebelum meraih kebutuhan yang di atasnya.
C. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori
ini dibentuk oleh J. Stacey Adams. Teori ini menerangkan tentang
pekerja membandingkan kerjanya iaitu nisbah input dengan hasil yang
relevan dan akan memperbetulkan sebarang ketidakseimbangan. Sekiranya
pekerja mendapati nisbah input dengan hasil adalah sama, maka keadilan
wujud, iaitu situasi yang seimbang. Sebaliknya, sekiranya ketidakadilan
wujud, maka individu akan merasakan bahawa dia diberi ganjaran yang
terkurang atau diberi ganjaran yang terlebih. Terdapat beberapa
tindakbalas yang akan tercetus dalam teori ini, iaitu:
a. Memutarbelitkan input atau hasil mereka ataupun hasil orang lain.
b. Bertingkahlaku merangsang orang lain untuk mengubah input atau hasil.
c. Bertingkahlaku tertentu untuk mengubah input atau hasil mereka sendiri.
d. Memilih individu lain untuk dibuat perbandingan.
e. Letak jawatan
Sekiranya
individu mendapati bahawa ganjaran atau upah yang diterima oleh mereka
tidak setimpal, maka mereka akan berkelakuan seperti berikut:
a. Bagi
pembayaran yang diterima berdasarkan masa kerja, pekerja yang diberi
ganjaran terkurang akan mengeluarkan hasil kerja lebih daripada pekerja
yang menerima bayaran setimpal.
b. Bagi
pembayaran yang diterima berdasarkan kuantiti pengeluaran, pekerja
yang diberi ganjaran terkurang akan mengeluarkan hasil kerja lebih
bekerja lebih daripada pekerja yang menerima bayaran setimpal.
c. Bagi
pembayaran yang diterima berdasarkan masa kerja, pekerja yang diberi
ganjaran terkurang akan bekerja lebih daripada pekerja yang menerima
bayaran setimpal.
D. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Teori
yang menerangkan tentang kecenderungan individu untuk bertingkahlaku
tertentu berdasarkan jangkannya bahawa tingkahlaku tersebut berdasarkan
kepada hasil yang menarik hatinya.
Terdapat 3 pembolehubah atau bentuk hubungan yaitu:
a. Jangkaan
(expectancy) atau hubungan usaha-pencapaian : kebarangkalian jangkaan
individu bahawa usaha akan membuahkan tahap pencapaian tertentu.
b. Instrumen/
kaedah (instrumentality) atau hubungan ganjaran-pencapaian : darjah
kepercayaan individu bahawa kerja yang dilakukan berdasarkan kaedah
tertentu akan membawa kepada hasil yang diingini.
c. Kesatuan
(valence) atau tarikan ganjaran : darjah kepentingan yang diletakkan
oleh individu terhadap hasil atau ganjaran yang boleh diperolehi dalam
kerja. Valence menitikberatkan matlamat dan keperluan individu.
Bab III
KESIMPULAN
Kami menyimpulkan bahwa cara memotivasi diri perlu berpijak dari asumsi berikut;
1. Teori-teori motivasi yang ada merupakan rujukan utama dari cara menumbuhkan motivasi diri yang praktis dan mudah dilakukan.
1. Teori-teori motivasi yang ada merupakan rujukan utama dari cara menumbuhkan motivasi diri yang praktis dan mudah dilakukan.
2.
Manusia memiliki empat dimensi diri yaitu mental, emosional,
spiritual, dan fisik. Semua dimensi tersebut memiliki hubungan satu
sama lain dan saling mempengaruhi satu sama lain.
3. Berbagai cara menumbuhkan motivasi dari sebenarnya bersumber dari empet dimensi manusia.
Dengan menghidupkan satu atau lebih dimensi manusia tersebut kita dapat termotivasi.
4. Setiap dimensi manusia tersebut memiliki sumber pemicu untuk menumbuhkan motivasi diri.
Sumber pemicu itu adalah :
- Visualisasi (visualitation) untuk dimensi mental.
- Tanggung jawab (responsibility) untuk dimensi spiritual.
- Kenyamanan dan kesukaan (excited) untuk dimensi emosional.
- Gerakan (move) untuk dimensi fisik.
5.
Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan memotivasi diri yang tidak
terbatas. Semakin besar upaya kita untuk menyalakan sumber pemicu
motivasi semakin besar mativasi yang dihasilkan.
6. Menumbuhkan motivasi diri sebenarnya banyak caranya.
Dibutuhkan
kreativitas agar kita dapat memicu munculnya mativasi yang tinggi
dalam diri kita. Namun kreativitas tersebut sebenarnya berputar pada
menstimulus sumber pemicu motivasi yang ada pada empat dimensi manusia
(yakni visualisasi, tanggung jawab, kenyamanan/kesukaan dan gerakan).
PENDAHULUAN
Belajar
merupakan masalah setiap orang, sehingga belajar merupakan istilah
yang biasa didengar oleh telinga kita. Dimyati Mahmud (1989:121-122)
menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku, baik yang
dapat diamati maupun tidak dapat diamati secara langsung, dan terjadi
dalam diri seseorang karena pengalaman.
Dalam
belajar terdapat perubahan tingkah laku yang meliputi kogmitif,
afektif, psikomotorik, dan campuran dan belajar merupakan suatu proses
usaha, hasil belajar yang berupa tigkah laku kadang-kadang dapat diamati
tetapi proses belajar itu sendiri tidak dapat diamati secara
langsung.Proses belajar tidak dapat berjalan dengan lancar tanpa
memperhatikan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Salah satu teknik
penerapan prinsip belajar yang cukup efektif adalah meningkatkan dan
memelihara perilaku/tingkah laku.
Teknik terbaik bagi peningkatan dan pemeliharaan perilaku ialah penerapan prosedur pengukuhan positif dan pengukuhan negatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengukuhan Positif
1) Pengertian Pengukuhan Positif
Pengukuhan positif (positif reinforcement)
terjadi apabila suatu stimulus (benda/kejadian) dihadirkan/terjadi
sebagai akibat/konsekuensi dari suatu perilaku dan bila karenanya
keseringan munculnya perilaku tersebut meningkat/terpelihara. Misalnya,
seorang pengemis datang meminta-minta, kita memberinya seribu rupiah.
Maka pengemis ini esok akan datang kembali kepada kita.
Stimulus
yang terjadi/dihadirkan mengikuti/menjadi konsekuensi perilaku dan
menyebabkan perilaku berulang/terpelihara, hal itulah yang disebut
pengukuh positif (positif reinforcer) uang, makanan, dan lain
sebagainya disebut pengukuh positif apabila penyajiannya meningkatkan
kemungkinan berulangnya suatu perilaku.
Dalam penerapan mosifikasi perilaku pengukuh tidak dibiarkan terjadi secara alamiah (natural consequence) tetapi diatur sedemikian rupa agar menjadi konsekuensi tindakan/perilaku yang ingin ditingkatkan atau dipelihara.
2) Penerapan Efektif Pengukuhan Positif
Agar pengukuhan positif dapat dilakukan secara efektif, perlu diperhatikan beberapa syarat:
a. Menyajikan Pengukuh Seketika
Penyajian
pengukuhan seketika setelah tindakan/perilaku berlangsung lebih
efektif daripada penyajian tertunda. Salah satu alasan utamanya adalah
perilaku tadi belum disisipi oleh perilaku lain pada saat mendapatkan
pengukuh. Akibatnya efek pengukuh tidak terbagi dengan perilaku lain
dan orang mengetahui perilaku yang dikukuhkan.
Dalam
beberapa hal pengukuh yang tertunda tetap dapat tetap efektif. Bagi
orang dewasa normal yang tidak terlalu bodoh, toleransi terhadap
penundaan pengukuh telah berkembang. Efektifitas penundan ini disebabkan
dijembatani dengan isyarat atau janji bahwa pengukuh akan menyusul
kemudian. Dan pada anak-anak isyarat ini dapat dibuat konkrit dengan menggunakan pengukuh kepingan.
b. Memilih Pengukuh Yang Tepat
Tidak
semua imbalan menjadi pengukuh yang positif. Orang juga mengira bahwa
stimulus yang memenuhi kebutuhan fisioligis (makanan, istirahat, air,
seks, dll) adalah pengukuh yang efektif. Hal ini tidak sepenuhnya benar,
banyak variabel yang berpengaruh. Oleh karena itu, pengukuh yang
dipilih harus terbukti efektif bagi subyek tertentu dalam situasi
tertentu.
1. Makanan sebagai Pengukuh
2. Benda sebagai Pengukuh
3. Benda yang dapat ditukar sebagai Pengukuh
4. Aktivitas atau acara sebagai Pengukuh
5. Tindakan sosial sebagai Pengukuh
c. Mengatur Kondisi Situasional
Tidak
semua perilaku perlu diulang setiap waktu. Banyak perilaku yang telah
dibentuk, dipelihara, atau ditingkatkan, hanya cocok dilaksanakan pada
kondisi situasional. Agar perilaku yang mendapat pengukuhan berulang
pada saat dan tempet yang tepat, perlu diatur kondisi situasional
pemberian pengukuh. Bila yang diharapkan perilaku yang diskriminatif
(ialah yang membedakan waktu dan tempat), maka pengukuhan diberikan pada
tempat/saat yang diinginkan.
Misalnya,
Lia mendapat pengukuh berupa pakaian boneka bila ia siap pukul 06.30
dan bila hari itu bukan hari libur. Agar kondisi situasional ini
efektif, maka perlu didukung oleh komunikasi yang jelas dan subyek
diminta untuk memperhatikan kondisi situasional ini.
d. Menentukan Kuantitas Pengukuh
Keputusan
mengenai kuantitas pengukuh ialah banyaknya pengukuh yang akan
diberikan setiap kali, tergantung pada beberapa pertimbangan. Misalnya
pertimbangan macam pengukuh dan keadaan deprivasinya serta pertimbangan
usaha yang harus dilakukan untuk mendapatkan satu kali pengukuhan.
Mengingat
adanya kejenuhan/kekenyangan apabila yang digunakan adalah makanan,
maka perlu dicoba dan diamati efeknya. Berapa lama tidak makan
sebelumnya, dan berapa banyak makanan dengan kuantitas tersebut masih
tetap efektif harus dicobakan.
Bila
menggunakan pengukuh sosial, deprivasi (berapa lama pengukuh tidak
diperoleh) dan kejenuhan karena pengukuhan ini, tidak menimbulkan
masalah. Senyum atau ucapan “terima kasih, ya” tetap dapat efektif
meskipun diperoleh berulang-ulang.
Menggunakan
pengukuh isyarat,perlu memperhatikan jumlah yang harus diperoleh untuk
dapat digantikan dengan mengukuh idaman. Bila jumlah tidak mungkin
terjangkau maka pengukuhan ini tidak efektif.demikian juga dengan
penggunaan pengukuh bersyarat juga harus diikuti pengukuh tak bersyarat.
Kejenuhan akan timbul jika pengukuh bersyarat diberikan terlalu banyak
dibandingkan pengukuh tak bersyarat.
e. Memilih Kualitas/Kebaruan Pengukuh
Apabila
dibanding-bandingkan, orang lebih menyukai sesuatu yang berkualitas
tinggi atau sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru cenderung menghilangkan
kebosanan segingga dapat menjadi pengukuh yang kuat. Sebaliknya,
sesuatu yang baru juga dapat menimbulkan keraguan atau ketakutan
sehingga tidak efektif sebagai pengukuh. Kualitas pengukuh yang tidak
sesuai dengan harapan penerima menyebabkan efektifitasnya menuruun,
bahkan tidak efektif sama sekali.
Pengukuh
sosial juga tidak cukup kuat (misalnya anggukan sedikit, senyum
kecil); dapat terlalu kuat (anggukan yang terlalu mantap atau senyum
meringis yang terlalu lebar). Demikian juga oran yang terlalu membuat
pengukuhan sosial akan membuat orang lain risau, dan pengukuh yang diberikan akan menjadi rendah nilainya.
f. Memberikan sampel pengukuh
Telah
disebutkan bahwa pengukuh yang baru atau belum dikenal tidak efektif
karena menimbulkan keraguan atau ketakutan. Karena itu kadang-kadang
perlu diperkenalkan terlebih dahulu dengan memberikan sampel (diberi
kesempatan untuk mencicipi). Bila subyek telah merasakan nikmatnya
pengukuh, stimulus itu dapat mulai dicobakan sebagai pengukuh.
g. Menanggulangi Pengaruh Saingan
Manusia
hidup dalam alam kompleks. Banyak pengukuh maupun hukuman yang menimpa
perilaku-perilaku seseorang yang berupa reaksi-reaksi dari lingkungan
maupun diri sendiri. Beberapa reaksi lebih kuat dari reaksi yang lain,
beberapa saling bersaing sehingga menimbulkan konflik.
h. Mengatur Jadwal
Jadwal
pemberian pengukuh ialah aturan yang dianut oleh pemberi pengukuh
dalam menentukan di antara sekian kali suatu perilaku timbul. Kapan,
atau yang mana yang akan mendapat pengukuh. Ada beberapa macam jadwal
yang dibagi menjadi dua kelompok besar :
1. Jadwal pengukuh terus-menerus (continuous reinforcement schedule atau CRS)
Yaitu pengukuhan diberikan secara terus-menerus setiap kali perilaku sasaran timbul.
2. Jadwal Pengukuhan berselang atau jadwal pengukhan berselang (intermittent reinforcement schedule atau IRS atau partial schedule)
Yaitu
pengukuh diberikan tidak terus-menerus setiap kali perilaku sasaran
timbul. Jadi hanya sebagian saja yang mendapat pengukuh.
Efek
kedua jadwal ini berbeda. Jadwal pengukuhan terus-menerus memperkuat
perilaku dengan cepat, tetapi perilaku akan cepat pula terhapus bila
pemberian pengukuh dihentikan. Jadwal pengukuhan berselang dapat dengan
cepat atau lambat mengubah perilaku, tetapi jadwal pengukuhan berselang
cenderung lebih dapat mempertahankan perilaku yang dikukuhkan.
i. Menanggulangi Kontrol Kontra
Kontrol
kontra ialah kontrol atau pengaruh yang sadar atau tidak dilakukan
oleh subjek terhadap orang yang member pengukuhan (atau hukuman).
Kontrol kontra ini dapat dilakukan secara sadar oleh orang-orang yang
memahami prinsip-prisip psikologi belajar, atau oleh orang-orang yang
dari pengalaman merasakan bahwa ada cara untuk melakukan kontrol
kontra.
3) Keunggulan Prosedur Pengukuhan Positif
Pengukuhan
positif ini cara terbaik untuk memeperkuat kecenderungan perilaku
seseorang. Prosedur ini akan lebih unggul lagi bila dirancang secara
tuntas sehingga pengukuh yang digunakan dapat beralih ke pengukuh sosial
yang kemudian dialihkan ke pengukuh intrinsik. Letak keunggulannya
tidak hanya pada efektifitasnya tetapi juga pada efek sampingannya.
Ubjek yang mendapat pengukuhan positif cenderung menggeneralisasikan
kepada dirinya, sehingga merasa dirinya berharga. Hubungan antara
penerima dan pemberi pengukuh pun menjadi baik, karena pemberian
pengukuh diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan.
Karena keunggulan
ini, prosedur pengukuhan positif ini adalah prosedur pilihan pertama.
Bila tidak mungkin dilaksanakan atau bila menurut perhitungan tidak
mungkin efektif maka baru digunakan prosedur lain. Prosedur apapun yang
dipilih harus dibarengi dan dialihkan ke prosedur pengukuhan.
4) Efek Pengukuhan Positif Bagi Kelompok
Penyjian
pengukuh bagi kelompok dapat menyebabkan respons sosial : para anggota
kelompok saling memberikan semangat untuk mencapai persyaratan
perilaku yang mendapat pengukuh, mereka saling membantu (
yang pandai menjadi tutor bagi yang kurang pandai), dan mereka
mengatur kerjasama yang lebih baik/rapih. Sebaliknya, pengukuh positif
bagi kelompok dapat menyebabkan para anggotanya terlelu menuntut mereka
yang dirasa menghambat tercapainya sasaran.
B. Pengukuhan Negatif
1) Pengertian Pengukuhan Negatif
Maksud dari pengukuhan negatif ialah meningkatnya kemungkinan berulangnya
kejadian perilaku disebabkan terhindarnya dari atau dihilangkannya
sistem yang tidak menyenangkan sebagai konekuensi perilaku tersebut.
Jadi, suatu perilaku mendapat pengukuhan negatif apabila perilaku itu
meningkat atau terpelihara karena berasosiasi dengan hilangnya atau
berkurangnya suatu stimulus.
Pengukuhan
negatif ini adalah kejadian umum. Manusia belajar berbagai perilaku
karena dalam pengalaman hidupnya perilaku-perilaku tersebut dikukuhkan
oleh hilangnya atau berkurangnya stimuli aversif. Pengukuh negatif juga
bermacam-macam bentuknya. Segala hal yang tidak menyenangkan secara
potensial dapat menjadi pengukuh negatif.
2) Kelemahan Penggunaan Pengukuhan Negatif
1. Harus disajikannya stimulus aversif yang seringkali tidak menyenangkan bagi penyji sendiri.
2. Bila
penyajian pengukuh positif berulangkali dapat menimbulkan kejenuhan
atau kekenyangan, penyajian pengukuh negatif berulangkali dapat
menghilangkan daya aversifnya.
3. Reaksi
terhadap pengukuh negatif tidak selalu berupa perilaku sasaran.
Berbagai alternatif perilaku dapat timbul sebab tujuannya ialah
menghindari stimulus aversif yang mengenainya. Reaksi tersebut dapat
berupa agresi atau emosi yang tidak konstruktif terhadap pemberi
pengukuh maupun terhadap suasana dimana stimuli aversif disajikan.
4. Bila pengukuhan negatif dipakai di sekolah, maka pada anak akan tertanam asosiasi sekolah dengan hal-hal yang aversif. Pengukuhan negatif dapat membentuk hubungan antar penerima dengan pemberi, dan antara penerima dengan lingkungan menjadi jelek.
5. Usaha
menghindari stimulus aversif dapat menimbulkan kecemasan yang bila
keterlaluan dapat sampai ke penyimpangan perilaku yang lebih parah
(seperti: neurosis, psikosomatis, dll).
3) Penerapan Efektif Pengukuhan Negatif
Tidak
berbeda dengan penggunaan pengukuh positif, penggunaan pengukuh
negatif juga banyak memerlukan pertimbangan, sebab adanya efek
sampingan negatif seperti yang telah disebutkan. Faktor-faktor yang
perlu dipertimbangkan tidak berbeda dengan penggunaan pengukuh positif,
seperti : pemilihan kuantitas dan kualitas pengukuh, tidak tertundanya
penghilangan/pengurangan efek aversif segera setelah perilaku timbul,
jadwal penyajian, dsb.
C. Metode untuk Meningkatkan Tingkah Laku
A. Shaping
a. Memilih sasaran perilaku.
b. Mendapatkan data yang dapat dipercaya.
c. Menguatkan perilaku yang mereka innginkan secara berturut-turut
d. Menguatkan perilaku yang baru saja terjadi
e. Menguatkan perilaku dengan menggunakan jadwal penguatan
B. Modelling
Menurut Bandura (1969), BAndura dan Walters (1963), dan Clarizio dan Yelon (1967) terdapat tiga efek modeling (memeragakan):
a. Akibat modeling atau penelitian belajar.
Anak-anak mungkin mendapatkan perilaku dari model yang
sebelumnya tidak berperan baginya.. Pada situasi ini perilaku yang
dilakukan anak-anak itu adalah menirukan peilaku model mereka.Efek yang
Mencegah dan tidak mencegah.
Modeling tidak mengurung keeksklusifan mereka untuk belajar perilaku yang baru. Sama dengan efek diatas.
b. Menumbuhkan atau tanggapan fasilitas.
Pada
situasi ini, perilaku model berguna untuk memfasilitasi kejadian yang
telah dipelajari sebelumnya tetapi perilaku anak telah berhenti.
C. Contingency Contracting
Contingency Contracting dalam modifikasi perilaku telah didefinisi oleh Becker (1969) yakni mengondisikan agar anak tersebut memperoleh tingkat perkembangan dimana mereka akan melakukan pejanjian tanpa menunggu perintah dari guru..
Penggunaan Contingency Contracting sebagai teknik dalam modifikasi perilaku adalah prinsip dasar pengembangan oleh David Permack (1959) prinsip
Permack berbunyi sebuah perilaku/kejadian yang bernilai tinggi dapat
digunakan untuk meningkatkan perilaku dengan kejadian lain yang bernilai
rendah.
C. Token Economy
Token
Economy dalam modifikasi perilaku yakni mengkondisikan anak agar
berperilaku seperti yang diinginkan dengan cara memberikan bayaran
berupa poin, tanda bintang, atau penghargaan lainnya. Bila seorang siswa
memperoeh poin 50 maka ia berhak menukarkannya dengan hadiah atau
reward.
Sistem
ini bekerja sangat efektif di dalam kelas karena mengurangi tekanan
dalam berkompetisi dengan siswa yang lain. Selain itu fakta membuktikan
dengan sistem ini dapat memberi berbagai macam kegiatan yang tidak
membosankan dengan adanya berbagai macam kegiatan yang disediakan.
BAB III
KESIMPULAN
Setelah
membahas mengenai teknik pemberian pengukuhan baik positif maupun
negatif yang merupakan teknik dari peningkatan dan pemeliharaan tingkah
laku, dapat disimpulkan bahwa: suatu perilaku yang muncul akibat adanya
stimulus/rangsang dan perilaku tersebut akan menimbulkan suatu
konsekuensi tertentu. Setiap perilaku yang terjadi membutuhkan
pengukuhan, baik pengukuhan negatif maupun positif.
Pengukuhan
positif perlu diberikan untuk meningkatkan perilaku yang positif namun
sebaliknya pengukuhan negatif juga perlu sebagai upaya menghilangkan
perilaku yang negatif.
Dalam pemberian pengukuhan, baik positif maupun negatif perlu memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Menyajikan pengukuh seketika
b. Memlih pengukuh secara tepat
c. Memilih kuantitas pengukuh
d. Memberi sampel pengukuh
e. Menanggulangi pengaruh saingan
f. Menanggulangi kontrol kontra
DAFTAR PUSTAKA
Soekadji, Soetarlinah. 1983. Modifikasi Perilaku: Penerapan sehari-hari dan penerapan professional. Yogyakarta: liberty press
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY press
Komentar
Posting Komentar