Kemampuan Berhitung
1. Pengertian kemampuan berhitung
Menurut Bismo (1999), kemampuan berhitung adalah kemampuan seseorang yang digunakan untuk memformulasikan persoalan matematik sehingga dapat dipecahkan dengan operasi perhitungan atau aritmatika biasa yaitu tambah, kurang, kali, dan bagi. Menurut Riyanto (2001) berhitung secara harfiah berarti cara menghitung dengan menggunakan angka-angka.
Menurut Masykur dan Fathani (2008) kemampuan berhitung adalah penguasaan terhadap ilmu hitung dasar yang merupakan bagian dari matematika yang meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berhitung adalah kemampuan anak dalam penguasaan ilmu hitung yang meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian terhadap bilangan-bilangan tertentu.
2. Kemampuan berhitung pada pelajaran matematika
Gunawan (1997) mengungkapkan pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang melatih siswa kritis, kreatif, berpikir alternatif, berargumentasi, menyatakan buah pikirannya baik dalam lisan maupun tulisan secara sistematis, logis dan lugas. Menurut Sujono (1971) matematika merupakan ilmu atau perkembangan dari hubungan, aturan, struktur atau organisasi skematis yang berhubungan lainnya dengan ruang, waktu, berat, masa, volume, geometri dan angka-angka. James dan James (dalam Sujono 1971) matematika adalah ilmu tentang bentuk susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan matematika biasanya dibagi dalam 3 bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Pengertian pelajaran matematika mempunyai cakupan dalam lingkup pendidikan sekolah. Pelajaran matematika adalah sebagai salah satu ilmu dasar yang dewasa ini berkembang amat pesat baik materi maupun kegunaannya. Dimensi matematika dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Pelajaran matematika meliputi terjadinya proses belajar mengajar yaitu berupa sebuah kegiatan yang utuh terpadu antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar, dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar, dalam suasana yang bersifat pengajaran; b. Pelajaran matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpadu pada perkembangan IPTEK, dengan ciri-ciri penting yaitu : 1) memiliki obyek-obyek yang abstrak; 2) menggunakan simbol-simbol untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang beroperasi dalam struktur-struktur; 3) memiliki pola pikir deduktif dan konsisten, juga tidak dapat dipisahkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi; c. Pelajaran matematika berkenaan dengan materi yang memerlukan kegiatan berpikir yang berhubungan dengan struktur yang lebih tinggi yang secara tepat terbentuk dari apa yang sudah dipelajari sebelumnya, artinya bahan pelajaran matematika harus bermakna sesuai dengan kemampuan dan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berhitung pada pelajaran matematika adalah suatu ilmu dasar yang dimiliki siswa untuk berfikir kritis, kreatif, mampu menyatakan buah pikirannya baik lisan maupun tulisan secara sistematis, logis dan lugas yang berhubungan dengan ruang, waktu, berat, masa, volume, geometri serta angka-angka yang mencakup tiga bidang yaitu aljabar, analisa dan geometri.
3. Dimensi pelajaran berhitung
Dimensi pelajaran berhitung yang merupakan karakteristik konsep yang terwakili dalam pengertian matematika merupakan keterpaduan dan saling keterikatan dalam dimensi yang dapat diuraikan sebagai berikut : a. Pelajaran berhitung sebagai proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan terjadinya interaksi, yakni hubungan antara guru dan siswa dalam suasana yang bersifat pengajaran, proses belajar mengajar siswa aktif (CBSA) dalam sistem ini proses kegiatan belajar mengajar guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya, dalam interaksi itu anak didik yang lebih aktif, guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator (Djamarah dan Zaini, 2002). Guru menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk final (utuh dari awal hingga akhir), atau dengan kata lain guru hanya menyajikan sebagian dan selebihnya diserahkan kepada siswa untuk mencari dan menemukannya, selanjutnya guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mendapatkan apa-apa yang belum disampaikan oleh guru dengan pendekatan belajar problem solving (pemecahan masalah). Problem solving dalam pelajaran berhitung adalah adanya soal atau tugas yang tidak rutin dan menuntut siswa untuk kreatif berpikir untuk menggunakan data fakta dan informasi yang tersedia maupun belum tersedia; b. Pelajaran berhitung berkenaan dengan obyek abstrak. Pelajaran berhitung berkenaan dengan obyek abstrak dekat dengan sifat yang formalitas, simbolis terminologi yang khas dan perhitungan rumit (Susanto, 1983). Sifat tersebut menjadikan berhitung sebagai pelajaran yang sulit dimengerti tanpa tujuan dan kegunaan, hal semacam ini bagi siswa akan memunculkan rasa bosan, bingung dan menjenuhkan setiap kali mendapat pelajaran berhitung (Sumaji, dkk, 2003); c. Pelajaran berhitung memerlukan kemampuan kognitif yang sesuai. Kognitif merupakan salah satu bagian dari psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan, informasi, pemecahan masalah, kesenjangan dan keyakinan (Nawang, 1995). Belajar berhitung khususnya pada pelajaran matematika haruslah dengan pemahaman, dimana pengetahuan direpresentasikan secara internal dalam pikiran manusia, dari representasi ini memiliki struktur yang pada akhirnya membentuk suatu jaringan, bila jaringan itu semakin baik dan lengkap maka semakin kuat pula pemahaman, sehingga tahapan-tahapan perkembangan kognitif yang dipunyai siswa sangat diperlukan dalam situasi belajar dan menghadapi obyek abstrak (berpikir logis dan deduktif) (Sugiyono, 2001); d. Pelajaran berhitung menggunakan metode instruksional. Metode instruksional adalah cara pelajaran dalam rangkaian yang utuh melalui pentahapan instruksional sebagai berikut : 1) Tahap pra-instruksional adalah langkah persiapan yang ditempuh pada saat memasuki kelas. Siswa dituntut untuk mempersiapkan diri dengan memiliki gambaran pokok bahasan yang akan diikuti penyelesaian tugas dan perlengkapan alat bantu berhitung; 2) Tahap instruksional adalah tahap inti dalam proses pengajaran dimana disajikan pokok bahasan dan umpan balik berupa tugas-tugas, dalam tahap ini diperlukan keterlibatan siswa untuk pemusatan perhatian dan kondisi fisiologis yang optimum; 3) Tahap evaluasi adalah tahap kegiatan penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang ditetapkan dalam sebuah program atau seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (Susanto, 1981).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dimensi pelajaran berhitung yang merupakan karakteristik konsep yang terwakili dalam pengertian matematika merupakan keterpaduan dan saling keterikatan dalam dimensi sebagai berikut : a. Pelajaran berhitung sebagai proses belajar mengajar; b. Pelajaran berhitung berkenaan dengan obyek abstrak; c. Pelajaran berhitung memerlukan kemampuan kognitif yang sesuai.; d. Pelajaran berhitung menggunakan metode instruksional.
4. Minat siswa terhadap pelajaran berhitung
Minat siswa adalah dorongan yang tumbuh pada diri siswa yang berupa rasa senang dan tertarik dengan kegiatan proses belajar. Kegiatan atau tingkah laku tersebut selalu mengarah pada suatu tujuan yang didasari oleh suatu kebutuhan untuk segera mendapatkan hasil belajar yang sesuai dengan minatnya, seperti yang dikemukakan oleh Sholahudin (1990), bahwa yang memiliki minat terhadap sesuatu akan dapat memperoleh manfaat lebih banyak, lebih cepat dan menyenangkan baginya dari pada yang kurang atau sama sekali yang tidak mempunyai mina
t.
Menurut Utami (1999), ciri-ciri siswa yang mempunyai minat tinggi terhadap obyek tertentu adalah : senang, bersemangat dan berusaha untuk mencoba. Seperti halnya dengan siswa yang mempunyai minat terhadap pelajaran berhitung, yaitu : a. Senang terhadap pelajaran berhitung. Anak yang mempunyai minat terhadap pelajaran berhitung akan merasa senang terhadap pelajaran tersebut sebelum pelajaran dimulai. Siswa biasanya tidak merasa terbebani dan santai terhadap pelajaran berhitung, sehingga proses belajar siswa menjadi maksimal dan siswa mudah menyerap pelajaran yang diberikan guru; b. Bersemangat dalam belajar pelajaran berhitung. Siswa yang mempunyai minat tinggi terhadap pelajaran berhitung akan lebih mudah menerima pelajaran berhitung, hal ini disebabkan oleh dorongan dan keyakinan dalam dirinya bahwa pelajaran berhitung tidak sulit dan menyenangkan. Siswa yang mempunyai semangat terhadap pelajaran berhitung akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik dan merasa bahwa pelajaran berhitung sangat mengasikkan; c. Berusaha untuk mencoba soal-soal yang diberikan sesuai dengan tingkat pendidikannya. Minat yang tinggi terhadap pelajaran berhitung akan mendorong siswa melakukan percobaan terhadap soal-soal sejenis yang diberikan guru. Siswa tidak merasa takut atau malas untuk menyelesaikan soal dan tidak takut atau malu bertanya apabila mengalami kesulitan terhadap soal tersebut. Keinginan untuk mencoba soal lain yang sejenis tentunya akan membuat siswa menjadi kreatif dan berfikiR kritis dan lebih siap menghadapi soal-soal yang bervariasi yang diberikan guru.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan minat siswa terhadap pelajaran berhitung adalah keinginan siswa untuk belajar pelajaran berhitung dengan harapan akan menguasai pelajaran tersebut. Minat siswa terhadap pelajaran berhitung dapat diketahui dari ciri-ciri sebagai berikut : senang terhadap pelajaran berhitung, bersemangat dalam belajar pelajaran berhitung dan berusaha untuk mencoba soal-soal yang diberikan sesuai dengan tingkat pendidikannya.
C. Metode Sempoa
Sempoa adalah pelajaran yang melibatkan penghitung yakni dengan belajar menambah (+) mengurangi (-) mengalikan (x) dan membagi (:). Manfaat belajar sempoa diantaranya : 1. Meningkatkan kemampuan berhitung lebih cepat diatas rata-rata anak; 2. Kemampuan mencongak lebih cepat dan tepat; 3. Menyeimbangkan penggunaan otak kiri dan kanan serta mengoptimalkannya untuk mencapai tingkat berfikir yang analisis dan logika berfikir yang benar; 4. Terlatihnya daya fikir dan konsentrasi, membantu anak untuk menguasi mata pelajaran yang lainnya; 5. Menumbuhkembangkan imajinasi sehingga kreatifitas anak berkembang; 6. Membiasakan diri dengan angka-angka, membuat anak tidak lagi alergi pada pelajaran eksakta (Yudhim, 2007).
1. Sejarah sempoa
Alat bantu dalam pendidikan mental aritmatik adalah sebuah alat yang disebut sempoa (bahasa bakunya : Swipoa) atau Abakus. Alat hitung ini pertama kali ditemukan dalam sejarah Babilonia kuno dalam bentuk sebilah papan yang diatasnya ditaburi pasir sehingga orang bisa menulis atau menghitung. Itu sebabnya alat tersebut dinamai Abakus yang berasal dari bahasa Yunani Abacos, yang artinya menghapus debu (Yudhim 2007).
Bangsa Cina mengembangkan abakus ini menjadi dua bagian, yaitu pada jeruji atas dimasukkan 2 manik-manik dan 5 manik-manik pada jeruji bawah. Model atau bentuk inilah yang membuat abakus atau sempoa menjadi amat populer. Pada abad ke 16, abakus dibawa masuk ke Jepang oleh para pedagang dan bhiksu-bhiksu Buddha dari Cina. Bangsa Jepang akhirnya mempunyai ide untuk mengurangi jumlah manik-maniknya menjadi satu pada jeruji atas dan empat pada jeruji bawah. Metode ini sangat praktis sehingga membuat anak-anak Jepang sangat menyukai aritmatika.
Fenomena ini tidak luput dari perhatian negara-negara tetangganya, setelah perang Korea yang menyengsarakan pada dekade 50 an, bangsa Korea (Korea Selatan) secara intensif mendidik genarasi mudanya dengan aritmatika model Jepang sehingga pada dekade 60 an Korea sudah bisa menyejajarkan diri dengan negara-negara maju lainnya. Negara Taiwan yang sudah terbiasa dengan sempoa model Cina, tidak ketinggalan merubah sistem belajarnya dengan metode Jepang, sekarang Taiwan juga menikmati kemakmuran berkat industrinya yang berbasis hi-tech (Yudhim 2007).
2. Tujuan metode belajar sempoa
Menurut Yudhim (2007), tujuan dari sistem instrumen ini adalah untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi otak (otak kanan khususnya) dalam diri seorang anak pada saat pertumbuhannya, yang meliputi : daya analisa, ingatan, ketahanan, logika, visi, kemandirian, ketekunan, penemuan dan penerapan.
Menurut Shafiyyatul (2005), pemahaman disiplin dasar estetika sempoa, seorang anak diharapkan dapat menguasai dan menggunakan secara optimal seluruh potensi dan kreativitas yang ada pada dirinya dalam menyerap ilmu-ilmu lanjutan dan menjadikannya seorang manusia yang tekun dalam menghadapi kehidupannya sehari-hari.
Lebih lanjut Shafiyyatul (2005) menjelaskan bahwa program pendidikan sempoa ini dirancang khusus untuk anak-anak dari usia 4-12 tahun, karena pada saat usia inilah sistem pengajaran metode eksakta dasar sangat ideal sekali, selain itu tujuan dari belajar sempoa adalah : 1) Mengoptimalkan secara penuh pengembangan kekuatan dan potensi otak (otak kanan khususnya) secara kreatifitas anak-anak pada masa pertumbuhannya; 2) Berbagai metode latihan dalam pendidikan MAS (Mental Arithmatical Sempoa) yang melatih kemampuan aritmatika dengan bantuan indera pendengaran, penglihatan dan sentuhan jemari tangan, akan membantu dalam melahirkan seorang anak yang lebih mulia dari segi pribadi, kesabaran, konsentrasi, ketelitian dan disipilin; 3) Peningkatan daya otak seperti pengertian, imajinasi, ingatan, logika, analisa dan reaksi yang tinggi, menjadikan siswa dapat mengikuti dan mempelajari pelajaran matematika yang dipelajari di sekolah dengan lebih baik, dan lebih mudah dalam mencernanya; 4) Dengan berfungsinya secara penuh daya kerja otak seorang anak pada masa pertumbuhan, maka diharapkan anak tersebut kelak akan menjadi seorang anak yang kreatif dan pintar serta mampu dalam menyongsong masa depannya sebagai calon penerus generasi bangsa Indonesia
Menurut Riyanto (2001), Mental Aritmatika Sempoa (MAS) merupakan salah satu disiplin ilmu pengetahuan eksakta yang telah terbukti dan sangat berguna sebagai dasar pengembangan kerangka dan cara berpikir seorang anak. Mental Aritmatika dapat digunakan untuk mengoptimalkan fungsi otak seorang anak, sehingga dapat menghitung cepat, hanya dengan pemikiran otak saja (3 X lebih cepat dari kalkulator).
3. Cara kerja Sempoa
Mental aritmatika diajarkan dengan menggunakan instrumen khusus yang disebut sistem Abacus (Sempoa) yaitu instrumen penghitung manual yang telah diperbarui sesuai dengan kaidah kaidah Aritmatik sehingga mudah dicerna dan ditransformasikan ke dalam mental seseorang. Metode berhitung sama halnya dengan belajar matematika dasar, yakni dengan belajar menambah (+) mengurangi (-) mengalikan (x) dan membagi (:) memakai alat sempoa (Yudhim, 2007).
Menurut Shafiyyatul (2005), pada tahap awal, anak-anak diajarkan menguasai sempoa sampai mahir lalu ketrampilan tangan itu dipindahkan ke dalam alam imajinasinya sampai akhirnya anak-anak tidak memerlukan sempoa lagi. Program Pendidikan Mental Aritmatika Sempoa hanya melibatkan hitungan Penambahan, (+), Pengurangan (-) Perkalian (x) dan Pembagian (:). Cara ini dapat mengembangkan mental atau jiwa anak-anak melalui Mental Aritmatika. Anak-anak yang telah mengikuti metode sempoa, pada awalnya menggunakan alat bantu Sempoa setelah melewati masa yang khusus nantinya akan dapat menghitung bilangan atau angka tanpa alat bantu apapun, contohnya, anak dapat menjawab 10 baris pertanyaan perkalian untuk 3 angka dalam waktu kurang dari 30 detik.
D. Pengaruh Metode Sempoa Terhadap Kemampuan Berhitung
Pada Anak
Sempoa adalah sebuah alat bantu dalam pendidikan mental aritmatika. Alat hitung ini pertama kali ditemukan dalam sejarah Babilonia kuno dalam bentuk sebilah papan yang diatasnya ditaburi pasir sehingga orang bisa menulis atau menghitung. Metode ini sangat praktis dan membuat anak-anak Jepang sangat menyukai aritmatika, sehingga membuat Jepang begitu cepat bangkit dari puing-puing kekalahannya pada Perang Dunia II.
Metode berhitung pada sempoa sama halnya dengan belajar matematika dasar, yakni dengan belajar menambah (+) mengurangi (-) mengalikan (x) dan membagi (:). Pada tahap awal, anak-anak diajarkan menguasai sempoa sampai mahir lalu ketrampilan tangan itu dipindahkan ke dalam alam imajinasinya sampai akhirnya anak-anak tidak memerlukan sempoa lagi. Usia ideal belajar anak dimulai pada saat si anak memasuki usia sekolah di TK-A, TK-B, Sekolah Dasar (SD) dan paling tinggi Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini bertitik tolak pada teori bahwa perkembangan daya pikir anak yang dimulai pada usia 0 sampai 15 tahun memiliki tingkat pertumbuhan yang pesat.
Melalui belajar mental aritmatika seorang anak akan memperoleh banyak manfaat diantaranya : 1. Meningkatkan kemampuan berhitung lebih cepat diatas rata-rata anak; 2. Kemampuan mencongak lebih cepat dan tepat; 3. Menyeimbangkan penggunaan otak kiri dan kanan serta mengoptimalkannya untuk mencapai tingkat berfikir yang analisis dan logika berfikir yang benar; 4. Terlatihnya daya fikir dan konsentrasi, membantu anak untuk menguasi mata pelajaran yang lainnya; 5. Menumbuhkembangkan imajinasi sehingga kreatifitas anak berkembang; 6. Membiasakan diri dengan angka-angka, membuat anak tidak lagi alergi pada pelajaran eksakta.
Menurut Clara (2006) metode sempoa merupakan suatu program untuk mengoptimalkan fungsi otak sebelah kanan seorang anak, sehingga dapat menghitung cepat, tidak ragu-ragu dan juga menguatkan daya ingat seorang anak. Awalnya anak akan menggunakan alat ini sebagai bantuan, kemudian apabila anak tersebut sudah mulai dapat menguasai akan menjadikan sempoa tadi hanya bayangan dan anak tidak menggunakannya lagi. Metode ini cocok untuk anak berusia 4-12 tahun, karena pada usia inilah pola dasar berpikir seorang anak terbentuk. Sistem pelajaran ini tidak membebani anak karena pelajarannya dengan metode bermain. Diharapkan dengan metode ini, kemampuan anak dalam berhitung akan kuat, karena dengan demikian akan memacu daya ingat seorang anak.
Manfaat yang lain yang dapat dirasakan adalah anak setelah mengikuti metode sempoa adalah dapat mengatasi permasalahan yang muncul dalam pelajaran berhitung seperti matematika dan anak dapat tiga kecakapan yaitu : a. Computation skills, adalah suatu kecakapan yang mengacu pada kemampuan siswa menggunakan perhitungan dalam mengerjakan soal-soal; b. Problem solving skills, adalah suatu kecakapan yang mengacu pada kemampuan siswa menggunakan perhitungan untuk memecahkan masalah; c. Application skills adalah suatu kecakapan yang mengacu pada kemampuan siswa menggunakan kecakapan berhitung dan kecakapan menyelesaikan masalah dalam situasi kehidupan nyata (Loughin dan Lewis, 1981).
C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya pengaruh metode sempoa terhadap kemampuan berhitung pada anak.
D. Manfaat Penetitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk memberi sumbangan informasi mengenai kemampuan berhitung pada anak khususnya kelas IV sekolah dasar dan memberi tambahan informasi bagi peneliti lain mengenai penggunaan metode sempoa.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para orang tua, guru atau pendidik lain apabila mengetahui anak didiknya mengalami permasalahan dalam menghadapi pelajaran berhitung, maka anak dapat diberikan metode sempoa un
Komentar
Posting Komentar