MODEL PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN



(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.Rasional;Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.Pemikiran Tentang Belajar;Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Transfer belajar; anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Siswa sebagai pembelajar; tugas guru mengatur strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar. Pentingnya lingkungan belajar; siswa bekerja dan belajar secara di panggung guru mengarahkan dari dekat.Penilaian Otentik;prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.

A.      Penerapan CTL dalam pembelajaran

Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL seperti dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya, M.Pd  (2005:110),sebagaiberikut:
1.      Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activtinging knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2.      Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
3.       Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
4.       Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge) artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5.      Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan atau penyempurnaan stratsegi.
Pembelajaran interaktif menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. UUSPN No. 20 Tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Pendapat ini sejalan dengan Jerome Brunner (1960) mengatakan bahwa: ‘’Perlu adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas’’. Selanjutnya menurut Bruner teori belajar itu bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu preskriptif.
Hal ini menggambarkan bahwa orang yang berpengetahuan adalah orang yang terampil memecahkan masalah, mampu berinteraksi dengan lingkungannya dalam menguji hipotesis dan menarik generalisasi dengan benar. Jadi belajar dan pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berpikir dan kemampuan menguasai materi pelajaran, dimana pengetahuan itu sumbernya dari luar diri, tetapi dikonstruksi dalam diri individu siswa. Pengetahuan tidak diperoleh dengan cara diberikan atau ditransfer dari orang lain, tetapi ‘’dibentuk dan dikonstruksi’’ oleh individu itu sendiri, sehingga siswa itu mampu mengembangkan intelektualnya.
Pembelajaran interaktif mempunyai dua karakteristik seperti dijelaskan oleh Dr. H. Syaiful Sagala, M.Pd. (2003:63), yaitu: (1) dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir; (2) dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
Proses pembelajaran atau pengajaran kelas (Classroom Teaching) menurut Dunkin dan Biddle (1974:38) berada pada empat variabel interaksi yaitu:
 (1) variabel pertanda (pesage variables) berupa pendidik;
 (2) variabel konteks (context variables) berupa peserta didik, sekolah dan masyarakat;
 (3) variabel proses (process variables) berupa interaksi peserta didik dengan pendidik; dan
(4) variabel produk (product variables) berupa perkembangan peserta didik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dunkin dan Biddle selanjutnya mengatakan proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua kompetensi utama yaitu:
(1) kompetensi substansi materi pembelajaran atau penguasaa materi pelajaran;
(2) kompetensi metodologi pembelajaran.
Artinya jika guru menguasai materi pelajaran, diharuskan juga menguasai metode pengajaran sesuai kebutuhan materi ajar yang mengacu pada prinsip pedagogik, yaitu memahami karakteristik peserta didik. Jika metode dalam pembelajaran tidak dikuasai, maka penyampaian materi ajar menjadi tidak maksimal. Metode yang digunakan sebagai strategi yang dapat memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Hal ini menggambarkan bahwa pembelajaran terus mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu dalam merespon perkembangan tersebut, tentu tidaklah memadai kalau sumber belajar berasal dari guru dan media buku teks belaka. Dirasakan perlu ada cara baru dalam mengkomunikasikan ilmu pengetahuan atau materi ajar dalam pembelajaran baik dalam sistem yang mandiri maupun dalam sistem yang terstruktur. Untuk itu perlu dipersiapkan sumber belajar oleh pihak guru maupun para ahli pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan artinya interaksi yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya adalah pencapaian tujuan intruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada satuan pelajaran. Kegiatan pembelajaran yang diprogramkan guru merupakan kegiatan integralistik antara pendidik dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran secara metodologis berakar dari pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara pedagogis terjadi pada diri peserta didik. Menurut Knirk dan Gustafson (1986:15) pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran.
Selanjutnya Knirk dan Gustafson (1986:18) mengemukakan teknologi pembelajaran melibatkan tiga komponen utama yang saling berinteraksi yaitu guru (pendidik), siswa (peserta didik), dan kurikulum. Komponen tersebut melengkapi struktur dan lingkungan belajar formal. Hal ini menggambarkan bahwa interaksi pendidik dengan peserta didik merupakan inti proses pembelajaran (instructional). Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran itu dikembangkan melalui pola pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru sebagai sumber belajar, penentu metode belajar, dan juga penilai kemajuan belajar meminta para pendidik untuk menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan  pembelajaran itu sendiri.
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan Stimulus dan Respons. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak, pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang ada dibelakang gerakan fisik itu. Mengapa demikian? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilakari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL menurut Sanjaya (2005:114) antara lain:
a.        Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang mereka peroleh.
b.        Belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka akan semakin efektif dalam berpikir.
c.         Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan.
d.        Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sedssserhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa.
Belajar pada hakikatnya adalah menagkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak (Real World Learning)
Selanjutnya Sanjaya (2005:115) memberikan penjelasan perbedaan CTL dengan pembelajaran konvensional, antara lain:
ü        CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa perperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
ü        Dalam pembelajaran CTL siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima, dan memberi. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswa lebih bnayak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran.
ü         Dalam CTL pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoretis dan abstrak.
ü        Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
ü        Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah nilai dan angka.
ü         Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman, atau sakadar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.
ü        Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
ü        Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
ü         Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.
Berdasarkan perbedaan pokok tersebut di atas, bahwa CTL memang memiliki karakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan dan pengelolaannya. Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan, sehingga proses pembelajaran tidak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire (Sanjaya, 2005:116-117) sebagai sistem penindasan.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL yakni:
(a) Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keleluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ‘’penguasa’’ yang memaksakan kehendak, melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
(b) Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
(c) Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian peran guru adalah membantu agar setiap siswa mempu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
(d) Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.
Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain temasuk guru, akan tetapi dari proses penemukan dan mengontruksinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa adalah organisme aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberikan informasi kepada siswa, guru harus memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan mereka.
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 (tujuh) asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Komponen tersebut antara lain konstruktivisme, inkuiri, bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian nyata (authentic assessment)
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengonstruksinya. Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut:
a.        Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
b.        Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa dapat mengonstruksi pengetahuan melalui proses pengamatan dan pengalaman. Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intektual, mental emosional maupun pribadinya.
Apakah inkuiri hanya bisa dilakukan untuk mata pelajaran tertentu saja? Tentu tidak. Berbagi topik dalam setiap mata pelajaran dapat dilakukan melalui proses inkuiri. Secara umum proses ikuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulakn data, menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan dan membuat kesimpulan.
Penerapan asas ini dalam pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk mengui hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan.
Ketiga, bertanya (questioning). Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk: (1) menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran; (2) membangkitkan motivasi siswa untuk belajar; (3) merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu; (4) memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan; dan (5) membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
Keempat, masyarakat belajar (learning community). Dalam CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dialukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang lain.
Kelima, pemodelan (modeling). Maksudnya adalah, proses pembelajaran dengan menggunakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasionalkan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberi contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara mengggunakan thermometer dan lain sebagainya.
Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang memungkinkan terjadinya verbalisme.
Keenam, refleksi (reflection) adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannya.
Dalam setiap proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk ‘’merenung’’ atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkanlah secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
Ketujuh, penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
Penilaian autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar

M0del Pembelajaran Penemuan Terbimbing


                        Dalam buku “Konsep Strategi Pembelajaran” (karangan Dr. Nanang hanafiah, M.M.Pd. dan Drs. Cucu Suhana, M.M.Pd. hal 77) Model pembelajaran penemuan terbimbing (Discovery Learning) merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari, meneliti dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan ssendiri pengetahuan, sikap, wawasan dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan pada dirinya sendiri.
                        Menurut Sund dalam buku “Strategi Belajar mengajar” (karangan Dra. Roestiyah N.K. hal 20) Model pembelajran penemuan terbimbing (Discovery learning) adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksud dengan proses mental antara lain ialah : mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebgainya. Suatu konsep misalnya segitiga, persegi, persegi panjang, kubus, balok dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip antara lain ialah : air apabila dipanaskan akan mendidih. Dalam teknik ini siswa dibiarkan untuk menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing apabila diperlukan atau apabila ada yang dipertanyakan.
                        Menurut Jerome Bruner (Cooney, Davis:1975,138), penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan menguji hipotesis. Di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahannya sendiri. Dalam kegiatan pembelajarannya siswa diarahkan untuk menemukan sesuatu, merumuskan suatu hipotesa, atau menarik suatu kesimpulan sendiri. Kadang-kadang model penemuan ini memerlukan waktu yang lebih lama pada kelas-kelas tertentu. Jelas bahwa model penemuan ini kurang tepat untuk siswa sekolah dasar maupun lanjutan apabila tidak dengan bimbingan guru, karena materi matematika yang ada dalam kurikulum tidak banyak yang dapat dipelajari karena kekurangan waktu bahkan siswa cenderung tergesa-gesa menarik kesimpulan dan tidak semua siswa dapat menemukan sendiri.
                        Dalam buku “Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer” (yang disusun oleh Drs. H. Erman suherman Ar, M.Pd. dkk. hal 212) Model pembelajaran penemuan terbimbing (Discovery Learning) merupakan penemuan yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri sesuatu hal yang baru padai dirinya sendiri walaupun sudah diketahui oleh orang banyak. Hal-hal yang baru tersebut dapat berupa konsep, teorema, rumus, pola, aturan, dan sejenisnya, untuk dapat menemukan mereka harus melakukan terkaan, terkaan, dugaan, coba-coba, dan usaha lainnya dengan menggunakan pengetahuan siapnya melalui cara induksi, deduksi, observasi dan ekstrapolasi.
                        Metode penemuan yang dipandu oleh guru ini pertama dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka sering disebut juga dengan metoda Socratic (Cooney, Davis:1975, 136). Metode ini melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Salah satu buku yang pertama menggunakan teknik penemuan terbimbing adalah tentang aritmetika oleh Warren Colburn yang pelajaran pertamanya berjudul: Intellectual Arithmetic upon the Inductive Method of Instruction, diterbitkan pada tahun 1821, yang isinya menekankan penggunaan suatu urutan pertanyaan dalam mengembangkan konsep dan prinsip matematika. Ini menirukan metode Socratic di mana Socrates dengan pertolongan pertanyaan yang ia tanyakan dimungkinkan siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut.
                        Dialog di bawah ini menerangkan contoh strategi untuk membimbing siswa dalam menyimpulkan bahwa a0= 1. Pertanyaan yang tepat dari seorang guru akan sangat membantu siswa.
Contoh dialog antara guru dan siswa adalah sebagai berikut:
Guru : “Berapakah hasilnya apabila bilangan bukan nol dibagi dengan bilangan            itu sendiri?”
Siswa : “Satu”
Guru : “Bagaimanakah hasilnya kalau am dibagi am , dengan a bukan 0?”
Siswa : “Satu”
Guru : “Jika kita gunakan sifat bilangan berpangkat untuk m
m
a
a
, apakah hasilnya?”
Siswa : “Akan didapat am-m = a0
Guru : “Bagus, sekarang apa yang dapat kita simpulkan untuk a0?”
Siswa : “a0 = 1.”
Interaksi dalam metode ini menekankan pada adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Interaksi tersebut dapat juga terjadi antara siswa dengan siswa (S – S), siswa dengan bahan ajar (S –B), siswa dengan guru (S – G), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S) dan siswa dengan bahan ajar dan guru (S – B – G). Interaksi dapat pula dilakukan antara siswa baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar (kelas). Dalam melakukan aktivitas atau penemuan dalam kelompok- kelompok kecil, siswa berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi ini dapat berupa saling sharing atau siswa yang lemah bertanya dan dijelaskan oleh siswa yang lebih pandai. Kondisi semacam ini selain akan berpengaruh pada penguasaan siswa terhadap materi matematika, juga akan dapat meningkatkan social skills siswa, sehingga interaksi merupakan aspek penting dalam pembelajaran matematika. Menurut Burscheid dan Struve (Voigt, 1996:23), belajar konsep-konsep teoritis di sekolah, tidak cukup hanya dengan memfokuskan pada individu siswa yang akan menemukan konsep-konsep, tetapi perlu adanya social impuls di sekolah sehingga siswa dapat mengkonstruksikan konsep-konsep teoritis seperti yang diinginkan. Interaksi dapat terjadi antar guru dengan siswa tertentu, dengan beberapa siswa, atau serentak dengan semua siswa dalam kelas. Tujuannya untuk saling mempengaruhi berpikir masing-masing, guru memancing berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan mengkontruksikan konsep-konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah.

                        Di dalam model penemuan ini, guru dapat menggunakan strategi penemuan yaitu secara induktif, deduktif atau keduanya.

1.  Strategi Penemuan Induktif
                        Sebuah argumen induktif meliputi dua komponen, yang pertama terdiri dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk mendukung kesimpulan dan yang kedua bagian dari argumentasi itu (Cooney dan Davis, 1975: 143). Kesimpulan dari suatu argumentasi induktif tidak perlu mengikuti fakta yang Guru Bahan Ajar Siswa B Siswa A mendukungnya. Fakta mungkin membuat lebih dipercaya, tergantung sifatnya, tetapi itu tidak bisa membuktikan dalil untuk mendukung. Sebagai contoh, fakta bahwa 3, 5, 7, 11, dan 13 adalah semuanya bilangan prima dan masuk akal secara umum kita buat kesimpulan bahwa semua bilangan prima adalah ganjil tetapi hal itu sama sekali “tidak membuktikan“. Guru beresiko di dalam suatu argumentasi induktif bahwa kejadian semacam itu sering terjadi. Karenanya, suatu kesimpulan yang dicapai oleh induksi harus berhati-hati karena hal seperti itu nampak layak dan hampir bisa dipastikan atau mungkin terjadi. Sebuah argumentasi dengan induktif dapat ditandai sebagai suatu kesimpulan dari yang diuji ke tidak diuji. Bukti yang diuji terdiri dari kejadian atau contoh pokok.


        Perhatikanlah strategi penemuan berikut ini :
        Guru : sekarang kita akan “menguji” hubungan yang merupakan           tantangan matematika. Untuk memulai, mari kita mengikuti pernyataan berikut.
                        4 x 5 = ……….   6 x 7 = ……..
                        5 x 6 =………..       5 x 4 =………
                        6 x 7 = ……….       3 x 8 = ………
                        8 x 3 = ……….       6 x 5 = ………
Perhatkanlah hasil yang kalian peroleh.?
Lala : “Bilangan-bilangan tersebut kurang dari 10.”
Guru : “Eee, bisa…”
Vivi : “Bilangan-bilangan tersebut termasuk bilangan genap dan bilangan              ganjil.”
Guru : “Benar, ada yang lain.?”
        Vivi : “Baik, hasil dari perkalian ini < 50.”
        Guru : “Sangat bagus, bagaimana dengan yang lain.?”
        Anis : “4 x 5 = 5 x 4 = 20
                        5 x 6 = 6 x 5 = 30
6 x 7 = 7 x 6 = 42
8 x 3 = 3 x 8 = 24”
Guru : “Sangat bagus,yang lain bagaimana.?”
Aldi : “Adanya sifat Komutatif.”
Guru : “Bisa, dari contoh ini Sari menemukan apa.?”
Sari : “Hasil dari perkalian ini paling sedikit 20.”
Guru : “Bagaiman dengan Dian?”
Dian : “30 termasuk dari hasil perkalian tersebut.”
Guru : “Bagaimana denagam Vian.?”
Vian :”Hasil terbesar dai perkalian ini adalah 42, yaitu pada perkalian 6 x 7 = 7 x 6 = 42
Guru : ”Bagaimana dengan Dude?”
Dude : “Hasil dari perkalian ini apabila dijumlahkan = 116.”
Guru : “Kalau Ita.?”
Dude : “Semua hasil dari perklian tersebut, bukan termasuk bilangan   prima.”
Guru : “Bener tidak tu?”
Ida : “Kurang tahu”
Lala ; “ tidak tahu pak…”
Vivi : “Mungkin “
Anis : “ Salah “
Aldi : “ Salah Banget “
                Guru : “Kok jawaban kalian bervariasi banget sih…?, Memangnya kalian                                            belum tahu apa itu bilangan prima…..?”
Ida dan kawan-kawan : “sudah lupa pak….”
Guru : “Bilangan prima itu adalah bilangan yang habis dibagi oleh        bilangan itu sendiri dan angka 1, kecuali angka 1.”
Anis dan kawan-kawan : “Ooooowwww…”
Guru : “Kalian sudah biasa menyimpulkan…??”
Anak-anak : “Sudah Pak….”
Ini statemen yang sangat terkenal yang disebut dugaan Goldbach. Tidak ada seorangpun yang telah menemukan, meskipun matematikawan tidak mampu membuktikan itu. Untuk alasan ini kita cenderung percaya bahwa statemen ini benar.

2.  Strategi Penemuan Deduktif

                Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu pernyataan diperoleh sebagai akibat logis kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Berarti dengan strategi penemuan deduktif , kepada siswa dijelaskan konsep dan prinsip materi tertentu untuk mendukung perolehan pengetahuan matematika yang tidak dikenalnya dan guru cenderung untuk menanyakan suatu urutan pertanyaan untuk mengarahkan pemikiran siswa ke arah penarikan kesimpulan yang menjadi tujuan dari pembelajaran. Sebagai contoh dialog berikut sedang memecahkan masalah sistem persamaan kuadrat dengan penemuan deduktif di mana guru menggunakan pertanyaan untuk memandu siswa ke arah penarikan kesimpulan tertentu:
Guru : “Dengan aturan Cramer untuk memecahkan sistem persamaan ini :
                x2 – 2x + 1 = 0
                Apa yang kamu peroleh Agus ?”
Agus : “Akar-akarnya real atau nyata”
Guru : “Benar, dari mana kamu tahu.?”
Agus : “Cuman nebak aja pak..”
Guru : “Jawabanmu memang benar, v, kamu tidak tahu caranya…,
                Dapatkah yang lain memberitahuku caranya?”
Budi : “Saya pak.”
Guru : “kamu pakai cara apa.?”
Budi : “Pemfaktoran..”
Guru : “Nah , ne yang benar,,, yang lain bagaimana.?
                Sudah ketemu belum hasilnya…? (semua siswa terdiam)
                Coba kamu Dita…?”
Dita : “Belum bisa pak...”
Guru : “Yang lain bagaimna.?, Tuti sudah..?”
Tuti : ”Belum juga pak, masih bingung.”
Guru : ”kalau kamu Andi, bagaimana..?”
Andi : “Bingung juga pak.”
Guru : “yang lain juga masih bingung ne…?”
Andi, Dita, Tuti dll : “Ya pak………”
Guru : “Semuanya perhatikan ke depan, bapak akan membahasnya
                x2 – 2x + 1 = 0
(x – 1) V (x – 1) = 0
x1 = 1 V x2 = 1
                jadi x1 dan x2 nya adalah 1.
Ada yang bisa menyimpulkan..?”
                Agus : “saya pak”
                Guru : “Apa kesimpulanmu….??”
                Agus : “Kedua akarnya kembar dan nyata.”
                Guru : “Nah, ne baru bener…”

                Dari contoh-contoh dialog tersebut di atas metode ini tepat digunakan apabila : (Martinis Yamin, 2004: 78) :
a.     Siswa telah mengenal atau mempunyai pengalaman yang berhubungan dengan pokok bahasan yang akan diajarkan.
b.     Yang akan diajarkan berupa keterampilan komunikasi antara pribadi, sikap, pemecahan dan pengambilan keputusan.
c.     Guru mempunyai keterampilan fleksibel, terampil mengajukan pertanyaan, terampil mengulang pertanyaan dan sabar.
d.     Waktu yang tersedia cukup panjang.

                Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman suatu konsep dapat diawali secara induktif melalui peristiwa nyata atau intuisi. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar, sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika. Dengan penjelasan di atas metode penemuan yang dipandu oleh guru ini kemudian dikembangkan dalam suatu model pembelajaran yang sering disebut model pembelajaran dengan penemuan terbimbing. Pembelajaran dengan model ini dapat diselenggarakan secara individu atau kelompok.
                Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing ini sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika sesuai dengan karakteristik matematika tersebut. Guru membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan model penemuan terbimbing ini siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan dan guru sebagai penunjuk jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan ketrampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru.
                Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya. Pemecahan masalah merupakan suatu tahap yang penting dan menentukan. Ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Dengan membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dapat diharapkan akan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika, karena siswa dilibatkan dalam berpikir matematika pada saat manipulasi, eksperimen, dan menyelesaikan masalah.

B. Fungsi dari Model Pembelajaran penemuan Terbimbing (Disco-very Learning)
                                        Adapun fungsi dari model pembelajaran penemuan terbimbing (Discovery Learning), yaitu sebagai berikut :
1. Membangun komitmen (commitmen bulding) di kallangan peserta didik untuk belajar, yang diwujudkan dengan keterlibatan, kesungguhan, dan loyalitas terhadap mencari dan menemukan sesuatu dalam proses pembelajaran.
2.  Membangun sikap aktif, kreatif, dan inovatif dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.
3.  Membangun sikap percaya diri (self confidence) dan terbuka (openness) terhadap hasil temuanya.

C  Langkah–langkah dalam Model Penemuan Terbimbing
                        Agar pelaksanaan model penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, ada beberapa langkah yang perlu ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut.
a.  Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data                      secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang         menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.
b.     Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan oleh siswa saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.
c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.
d.  Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan         kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak     dicapai.
e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk         menyusunya. Di samping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak    menjamin 100% kebenaran konjektur.
f.      Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru                 menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah         hasil penemuan itu benar.

D. Kelunggulan dan Kelemahan Model Penemuan Terbimbing
Tentunya setiap Model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekuranan, begitu pula dengan pembelajaran penemuan terbimbing, Adapun kelebihan dari model penemuan terbimbing adalah sebagai berikut

1.     Keunggulan Model Penemuan Terbimbing
a.  Membantu peserta didik untuk mengembangkan, kesiapan, serta pengasaan keterampilan dalam proses kognitif:
b.  Peserta didik memperolah pengetahuan secara individual sehingga dapat dimengerti dan mengndap dan sulit dihilangkan dalam benaknya.
c.   Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar peserta ddik untuk belajar lebih giat lagi.
d.     Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemmpuan, bakat dan minat masing-masing peserta didik.
e.  Memperkuat  dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri karena pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan keterlibatan guru yang sangat terbatas.

2.     Kelemahan Model Penemuan Terbimbing
        a.  siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan yang kuat untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
b.     Keadan kelas yang gemuk jumlah siswanya menyebabkan model ini akan sulit mencapai hasil yang maksimal.
c.     guru dan siswa yang sudah sangat terbiasa dengan PBM gaya lama maka model ini akan mengecewakan.

STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
(PROBLEM SOLVING)

A.Pengertian Problem Solving
                Masalah menurut Jonnasen (2003:7) didefinisikan menjadi  dua ,yaitu :
·          Masalah adalah sesuatu yang tidak diketahui dalam beberapa konteks (perbedaan antara penentuan tujuan dan keadaan sekarang)
·          Masalah adalah temuan atau pemecahan untuk sesuatu yang tidak diketahui harus mempunyai nilai social,budaya,atau intelektual.
Pemecahan masalah menurut Jonnasen (2003:7) memiliki dua sifat kritis,yaitu sebagai berikut :
·          Pemecahan masalah membutuhka gambaran mental dari masalah atau konteks masalah tersebut.
·          Keberhasilan dalam memecahkan masalah membutuhkan aktivitas siswa untuk memanipulasi dan menguji solusi pemecahan masalah mereka.
Lebih lanjut Jonnasen menjelaskan bahw dalam memecahkan masalh terjadi hubungan timbal balik antara pengetahuan dan aktivitas berfikir.
Pembelajaran menurut Sanjaya (2005:31) adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah,dengan demikian pengetahuan yang diperoleh siswa hendaknya dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah.  
Probnlem solving adalah belajar memecahkan masalah.
Pada tingkat ini para anak didik belajar merumuskan,memecahkan masalah,memeberikan respon terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan sesuatu problematika,yang menggunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya.
Menurut jhon Dewey belajar memecahkan masalah itu berlangsung sebagai berikut : “individu menyadari masalah bila ia dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya semacam kesulitan”.
Metode problem solving adalah metode pembelajaran yang merangsang siswa untuk berpikir dan menggunakan wawasan,tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan siswa,(Yamin :2008:85).Sehubungan dengan hal tersebut Djamarah dan Zain (2006:91) menyebutkan bahwa metode problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar ,tetapi merupakan sesuatu metode berpikir.
Annonimous(2008) menyebutkan bahwa problem solving dapat mengembangkan sikap keingintahuan dan imajinasi siswa,karena kedua hal tersebutmerupakan modal dasar untuk dapat bersikap kritis,peka,kreatif,dan mandiri.
                Problem solving menurut Sugiyo (2008) berorientasi pada innvestigasi dan penemuan yang pada dasarnya merupakan pemecahan masalah yang harus diselesaikan oleh siswa,baik secara individu maupun kelompok.
Problem solving adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan dimana siswa dihadapkan dengan kondisi masalah,dari masalah yang sederhana,menuju kepada masalah yang sulit atau muskil.
Menurut Kiranawati (2007) mengemukakan bahwa : “Metode problem solving adalah pennggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah,baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Menurut Djamarah (2006:91) mengemukakan bahwa : “Metode problem solving yang bukan hanya sekedar metode mengajar ,tetapi juga merupakan suatu metode berpikir,sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dari mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode problem solving dapat diartikan sebagai metode mengajar yang banyak menimbulkan aktivitas belajar karena siswa dihadapkan dengan masalah ,merumuskan dan menguji kebenaran dari hipotesis sampai pada menarik kesimpulan sebagai jawaban dari masalah.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari metode problem solving adalah melatih anak untuk memecahkan masalah sendiri,baik yang sederhana sampai yang sulit dan melatih anak untuk mandiri.dan problem solving dapat diartikan juga sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapisecara ilmiah.



B. Konssep Dasar dan Karakteristik SPBM (Problem Solving)

SPBM dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Terdapat 3 ciri utama dari SPBM yaitu :
1)       SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran,artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa,SPBM tidak hanya mengharapkan siswa sekedar mendengarakan,mencatat,kemudian menghafal materi pelajaran,akan tetapi melalui SPBM siswa aktif berfikir,berkomunikasi,mencaari dan mengolah data,dan akhirnya menyimpulkan.
2)       Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah,SPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran,aratinya,tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3)       Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah,yaitu proses berfikir deduktif dan induktif,dan dilakukan secara sistematis dan empiris.Sistematis berarti berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu,sedangkan empiris berarti proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Strategi pembelajaran dengan problem solving dapat diterapkan,jika :
·          Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran ,akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh.
·          Apabila guru bermaksud untuk mengembangakan keterampilan berpikir rasional siswa,yaitu kemampuan menganalisis situasi,menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru,mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat,serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara objektif.
·          Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
·          Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam belajarnya.
·          Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan)
C. Hakikat Masalah dalam SPBM / Problem Solving
                Masalah dalam SPBM adalah masalah yang bersifat terbuka,artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti.SPBM  memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi.Tujuan yang ingin dicapai oleh SPBM adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis,analitis,sistematis,dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
                Hakikat masalah dalam SPBM adalah gap atau kesenjangan antara sitiuasi nyata dan kondisi yang diharapkan ,atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan.Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan,keluhan,kerisauan,atau kecemasan.
Beberapa kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam SPBM :
1)       Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict issue) yang bisa bersumber dari berita,rekaman video,dan yang lainnya.
2)       Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3)       Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal),sehingga terasa manfaatnya.
4)       Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5)       Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

D. Tahapan-Tahapan Problem Solving

                Jhon Dewey,seorang ahli pendidikan berkebangsaan amerika menjelaskan 6 langkah dalam metode proble solving ,yaitu :
1)       Merumuskan masalah,yaitu langkah siswa menetukan masalah yang akan dipecahkan.
2)       Menganalisis masalah,yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
3)       Merumuskan hipotesis,yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4)       Mengumpulkan data,yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5)       Pengujian hipotesis,yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6)       Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah,yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesisdan rumusan kesimpulan.
Langkah-langkah pelaksanaan metode problem solving menurut Nurhadi (2004:60),antara lain :
1)       Mengorientasikan siswa pada masalah
2)       Mmengorganisasikan siswa untuk belajar
3)       Membimbing penyelidikan individu atau kelompok
4)       Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
5)       Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Menurut Djamarah (2006:92) mengemukakan bahwa :Langkah-langkah dalam metode problem solving sebagai berikut :
1)       Adnya  masalah yang jelas untuk dipecahkan
2)       Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
3)       Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut
4)       Menguji jawaban sementara tersebut
5)       Menarik kesimpulan
David Jhonson & Jhonson mengemukakan ada 5 langkah problem solving melalui kegiatan kelompok :
1)       Mendefinisikan masalah,yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik,hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji.
2)       Mendiagnnnnosis masalah,yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah,serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah.
3)       Merumuskan alternatif strategi,yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas.
4)       Menentukan dan menerapkan strategi pilihan ,yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
5)       Melakukan evaluasi,baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil.Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan,sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.

Dari beberapa bentuk problem solving yang dikemukkakan para ahli,maka secara umum problem solving dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1)       Menyadari masalah,implementasi problem solving harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan.Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.
2)       Merumuskan masalah,yakni bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari kesenjangan,selanjutnya difokuskan pada masalah apa yang pantas untuk dikaji.Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam langkah ini adalah siswa dapat menentukan prioritas masalah,dan siswa dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk mengkaji,merinci,dan menganalisis masalah sehingga pada akhirnya muncul rumusan masalah yang jelas ,spesifik dan dapat dipecahkan.
3)       Merumuskan hipotesis,yaitu sebagai proses berfikirilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir deduktif dan induktif,maka merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak boleh ditinggalkan.Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin diselesaikan.
4)       Mengumpulkan data,dalam tahapan ini siswa didorong  untuk mengumpulkan data yang relevan,dan kemampuan yang diharapkan pada tahap ini adalah kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan memilih data,kemudian memetakan dan menyajikannya dalam berbagai tampilan ssehingga mudah difahami.
5)       Menguji hipotesis,kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji,dan diharapkan pula siswa dapat mengambil keputusan dan kesimpulan.
6)       Menentukan pilihan penyelesaian ,kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya,termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan.

E. Keunggulan dan Kelemahan Problem Solving
1. Keunggulan problem solving
a.        Problem solving merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b.        Problem solving dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c.        Problem solving dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d.        Problem solving dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e.        Problem solving dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan,disamping itu problem solving juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
f.         Melalui problem solving bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap  mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir,dan seesuatu yang harus dimengerti oleh siswa,bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
g.        Problem solving dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
h.        Problem solving dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
i.         Problem solving dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
j.         Problem solving dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belejar pada pendidikan formal telah berakhir.
2. Kelemahan problem solving
a.        Jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b.        Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c.        Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari,maka mereka tidak akan belajar  apa yang mereka ingin pelajari

Kelebihan problem solving menurut Kiranawati (2007)  antara lain :
a.        Melatih siswa mendesain suatu penemuan
b.        Melatih siswa berpikir dan bertindak kreatif
c.        Melatih siswa memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
d.        Melatih siswa mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan
e.        Melatih siswa menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan
f.         Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan cepat
g.        Membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving  menurut Djamarah dan Zain,antara lain :
a.        Menetukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingakah t berpikir siswa,tingkat sekolah,kelas,dan pengetahuan serta pengalaman yang telah dimiliki siswa,yang sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru.
b.        Proses belajar mengajar menggunakan metode ini biasanya memerlukan waktu yang cukup banyakdan harus mengambil waktu pelajaran lain 
c.        Mengubah kebiasaan siswa dari mendengarkan dan menerima informasi  dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok yang terkadang memerlukan berbagai sumber belajar menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa
d.        Tidak semua pelajaran dapat mengandung masalah yang harus dipecahkan
e.        Kesulitan mencari masalah yang tepat atau sesuai dengan taraf perkembangan dan kemampuan siswa
f.         Banyak menimbulkan resiko,terutama bagi anak yang memiliki kemampuan rendah atau kurang
g.        Kesulitan dalam mengevaluasi secara tepat
h.        Memerlukan waktu dan perencanaan yang matang




Beberapa strategi yang sering digunakan dalam problem solving,adalah :
·          Membuat diagram
·          Mencobakan pada soal yang lebih sederhana
·          Membuat tabel
·          Menemukan pola
·          Memecah tujuan
·          Memperhitungkan setiap kemungkinan
·          Berpikir logis
·          Bergerak dari belakang
·          Mengabaikan hal yang tidak mungkin
·          Mencoba-coba
(Al krismanto)
Saran-saran dalam pelaksanaan metode problem solving
Agar metode problem solving dapat efektif dalam pelaksanaannya maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1)       Dalam memilih masalah mempertimbangkan aspek kemampuan dan perkembangan peserta didik
2)       Siswa terlebih dahulu dibekali pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
3)       Bimbingan secara kontinu dan persediaan alat-alat atau sarana pengajaran yang perlu di perhatikan
4)       Merencanakan tujuan yang hendak dicapai secara sistematis













PENGAJARAN LANGSUNG
1.        Istilah dan Pengertian
Meski tidak ada sinoniim dan resitasi yang berhubungan erat dengan Model Pengajaran Langsung (MPL), tetapi istilah model pengajaran langsung sering disebut juga dengan Model Pengajaran Aktif.
Pengajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat teacher  center. Menurut Arends (1997), model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaita dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural yang terstruktur denan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Selain itu model pembelajaran langsung ditunjukan pula untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan memproleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah.
Cirri-ciri model pengajara lanmgsung (dalam kardi & Nur, 2000 : 3 adalah sebagai berikut :
1)                   Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar
2)                   Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran dan
3)                   Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil
Selain itu, juga dalam pengajaran langsung harus memenuhi suatu persyaratan, yaitu ada alat yang akandidemonstrasikan dan harus mengikuti tingkah laku mengajar (sintaks)
2.        Tujuan Belajar dan Hasil Belajar Siswa
Para pakar teori belajar pada umumnya membedakan dua macam pengetahuan, yakni pengetahuan deklaratif (dapat diungkapkan dengan prosedural) adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan procedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu.suatu contoh pengetahuan deklaratif misalnya konsep tekanan, yaitu hasil bagi antara gaya (F) dan luas bidang benda yang dikenai gaya (A). jadi dapat ditulis secara matematis p = F/A. pengetahuan procedural yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif diatas adalah bagaimana memproleh rumus dan persamaantentang konsep takanan tersebut.
Menghafal hukum atau rumus tertentu dalam bidang studi, matematika, fisika dan kimia merupakan contoh pengetahuan deklaratif sederhana atau informasi faktual, yaitu pengetahuan deklaratif sederhana yang diperoleh seseorang, namun dapat digunakan. Berbeda dengan informasi faktual , pengetahuan yang lebih tinggi tingkatannya memerlukan penggunaan pengetahuan dengan cara tertentu, misalnya membandingkan dua rancangan penlitian, menilai hasil karya seni. Sering kali penggunaan pengetahuan proudural memerlukan penguasaan pengetahuan deklaratif. Para guru selalu menghendaki agar siswa-siswa memproleh kedua macam pengetahuan tersebut, supaya mereka dapat melakukan segala sesuatu dengan berhasil.

3.        Sintks atau Pola Keseluruhan dan Alur Kegiatan Pembelajaran
Pada model pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pengajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru.
Pengajaran langsung menurut kardi (1997 : 3), dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan  atau praktik dan kerja kelompok. Pengajaran langsung digunakan langsung untuk menyampaikan pelajaran yang telah ditarnspormasikan langbsung oleh guru kepada siswa. Penyusun waktu yang duguanakan untuk mencapai tujuan pembelajran harus seefesien mungkin, sehingga guru dapat merancang tepat waktu yang digunakan.
Sintaks model pengajaran langsung tersebut disajikan dalam 5 tahap, seperti :





Sintaks Model Pengajaran Langsung

Fase
`Peran Guru
Fase 1
Mendemonstrasikan tujuan dan mempersiakan siswa
Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pemtingnya pelajaran, mempersiapkan untuk belajar.
Fase 2
Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
Guru mendemontrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap
Fase 3
Membimbinmg pelatihan
Guru merencanakan dan memberi bimnbingan pelatihan awal
Fase 4
Mengecek pemahaman dan memberikan pemahaman umpan balik
Mencetak apakah siswa telah berhasil malakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik.
Fase 5
Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan melkukan pelatiha lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.

Pada fase persiapan, guru memotivasi siswa agar siap menerima presentasi materi pelajaran yang dilaklukan melalui demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pengajaran diakhiri dengan pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihandan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa, pada fase pelatihan dan pemberian umpan balik tersebut, guru perlu selalu mencoba memberikan kesempatan pada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang dipelajri ke dalam situasi kehidupan nyata.



4.        Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan
Pengajaran langsung memerlukan prencanaan dan pelaksanaan yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif, pengajaran langsungmensyaratkan tiap detail  keterampilan atau isi didefinisikan secar seksama dan demonstrasi serta jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secaara seksama (kardi dan Nur, 2000 : 8).
Menurut kardi dan Nur (2000 :8-9), meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini tertama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa, terutama melalui memerhatikan, mendengarkan dan resitasi (tanya jawab). Pembelajaran                                                                                                                                                                       yang terencana. Ini tidak berati bahwa pembelajaran bersifat otoriter, dingin dan tanpa humor. Ini berati bahwa lingkungan berorientasi pada tugas dan memberi harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.

5.        Penelitian tentang Keefektifan Guru
Landasan penelitian dari model pengajaran langsung dan berbagai komponennya, bersal dari bermacam-macam bidang. Meskipun demikian, data penunjang empiriks yang paling jelas terhadap model pengajaran langsung berasal dari penelitian tentang keefektifan guru yang dilakuakan pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Penelitian Stalling dan Kaskowitz (dalam Arends, 2001 : 267) menunjukkan pentingnya waktu yang dialokasikan pada tugas (time on task). Penelitian ini juga menyumbanag dukungan empiriks penggunaan pengajaran langsung. Beberapa orang guru menggunakan metode-metode yang sangat terstruktur dan formal, sedangkan guru-guru yang lain menggunakan metode-metode yang informal. Stalling dan kolegannya ingin mengungkapkan, manakah diantara program-program itu yang dapat berfungsi baik dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Prilaku guru dalam 166kelas diamati, siswa-siswa di tes. Banayk hal yang dapat diungkap alokasi waktu dan penggunaan tugas yang menggunakan model poengajaran langsung lebih berhasil dan memproleh tingkat keterllibatan yang tinggi daripada mereka yang menggunakan metode-metode informal dan berpusat pada siswa.

B.       PELAKSANAAN PENGAJARAN LANGSUNG
Sebagaimana halnya setiap mengajar, pelaksanaan yang baik model pengajaran langsung memerlukan tindakan-tindakan yang keputusan-keputusan yang jelas dari guru selama berlangsungnya perencanaan, pada saat melaksanaan pembelajaran, dan waktu menilai hasilnya. Beberapa diantara tindakan-tindakan tersebut dapay di jumpai pada model-model pengajaran yang lain, langkah-langkah atau tindakan tertentu merupakan ciri khusus pengajaran langsung. Ciri utama unik yang terlihat dalam melaksanakan suatu pengajaran langsung adalah sebagai berikut :
1.        Tugas-tugas Perencanaan
Pengajaran langsung dapat diterapkan di bidang study apapun, namun model ini paling sesuai untuk  mata pelajaran yang berorientasi pada penampilan atau kinerja seperti menulis, membaca, matematika, musik dan pendidikan jasmani. Di samping itu pengajaran langsung juga cocok untuk mengajarkan komponen-komponen keterampilan dari mata pelajaran sejarah dan sains.
a.        Merumuskan Tujuan
Untuk merumuskan tujuan pembelajaran dapat digunakan model Mager dalam Kardi  dan Nur (2000 : 18), Mager mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran khusus harus sangat spesifik. Tujuan yang di tulis dalam format Mager di kenal sebagai tujuan prilaku dan terdiri dari tiga bagian :
1)       Perilaku siswa, apa yang akan dilakukan siswa/jemis-jemis perilaku siswa yang diharapkan guru untuk dilakukan sebagai bukti bahwa tujuan itu telah tercapai.
2)       Situasi Pengetesan, di bawah kondisi tertentu perilaku itu akan teramati atau di harapkan terjadi
3)       Kriteria Kinerja, di tetapkan standar atau  tingkat kinerja sebagai standar atau tingkat kinerja yang dapat diamati.
Singkatnya, menurut Mager tujuan yang baik perlu berorientasi pada siswa dan spesifik, mengandung uraian yang jelas tenteng situasi penilaian (kondisi evaluasi), dan mengandung tingakat ketercapaian kinerja yang di harapkan (kriteria keberhasilan).
b.        Memilih Isi
Kebanyakan guru pemula meskipun telah beberapa tahun mengajar, tidak dapat mengharapkan akan menguasai sepenuhnya materi pelajaran yang di ajarkan. Bagi mereka yang masih dalam proses menguasai sepenuhnya m,ateri ajar, disarankan agar dalam memilih materi ajar mengacu pada GBPP kurikulum yang berlaku dan buku ajar tertentu (Kardi dan Nur, 2000 : 20).
c.        Melakukan Analisis Tugas
Analisis tugas adalah alat yang digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi dengan presisi yang tinggi hakikat yang setepatnya dari suatu keterampilan atau butir pengetahuan terstruktur dengan baik, yang akan di ajarkan oleh guru. Ide yang melatar belakangi analisis tugas ialah bahwa informasi atau keterampilanyang kompleks tidak dapat dipelajari semuanya dalan kurun waktu tertentu. Untuk mengembangkan pemahaman yang mudah dan pada akhirnya penguasaan, keterampilan dan pengertian kompleks itu lebih dahulu harus di bagi menjadai komponen bagian, sehingga dapat diajarkan berurutan dan logis dan tap demi tahap (Kardi  dan Nur, 2000 : 23).
d.        Merencanakan Waktu dan Ruang
Pada pengajaran langsung, merencanakan dan mengelola waktu merupakan kegiatan yang sangat penting. Ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh guru yaitu memastikan bahwa waktu yang telah disediakan sepadan dengan bakat dan kemampuan siswa dan memotivasi siswa agar mereka tetap melakukan tugas-tugasnya denga perhatia yang optimal, mengenal dengan baik siswa-siswa yang akan di ajar, sangat bermanfaat untuk menentukan alokasi waktu pembelajaran. Merencanakan dan mengelola ruang untuk pengajaran langsung juga sama pentingnya.


2.        Langkah-langkah Pembelajaran Model Pengajaran Langsung
Langkah-langkah pengajaran model pengajaran langsung pada dasarnya mengikuti pola-pola pembelajaran secara umun. Menurut Kardi dan Nur (2000 : 27-43), langkah-langkah pengajaran langsung meliputi tahapan sebgai berikut :
a.        Menyampaikan Tujuan dan Menyiapkan Siswa
Tujuan langkah awal ini untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan serta dalam pelajaran itu.
b.        Menyampaikan Tujuan
Siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa mereka berpartisipasi dalam suatu pembelajaran tertentu, dan mereka perlu mengethui apa yang harus dapat mereka lakukan setelah selesai berperan serta dalam pelajaran itu. Pemyampaian tujuan kepada siswa dapat dilakukan guru melalui rangkuman rencana pembelajaran denga cara menuliskannya di papan tulis atau menempelkan informasi tertulis pada papan bulletin, yang berisi tahap-tahap dan isinya, serta alokasi waktu yang disediakan untuk setiap tahap.
c.        Menyiapkan Siswa
Kegiatan inti bertujuqan untuk menarik perhatian siswa pada pokok pembicaraan, dan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang akan dimiliklinya yang relevan dengan pokok pembicaraan yang akan dipelajari.
d.        Presentrasi dan Demonstrasi
Fase kedua pengajaran langsung adalah melakukan persentasi atau demontrasi pengetahuan dan keterampilan. Kunci untuk berhasil ialah mempersentasikan informasi sejelas mungkin dan mengikuti langkah-langkah demonstrasi yang efektif.
e.        Mencapai Kejelasan
Hasil-hasil penelitian secara konisten menunjukan bahwa kemampuan guru untuk memberikan informasi yang jelas dan spesifik kepada siswa, mempunyai dampak yang positif terhadap proses belajar siswa. Sementara itu, para peneliti dan pengamat terhadap guru pemula dan sebelun berpengalaman menemukan banyak penjelasan yang kabur dan membingungkan. Hal ini pada umunya terjadi pada saat guru tidak menguasai sepenuhnya pokok isi bahasan yang dikerjakannya, dan tidak menguasai tekhnik komunikasi yang jelas.

f.         Melakukan Demonstrasi
Pengajaran langsung berpegang teguh pada asumsi, bahwa sebagian besar yang dipelajari (hasil belajar) berasal dari mengamati orang lain. Belajar dengan meniru tingkah laku orang lain dapat menghemat waktu, menghindari siswa dari belajar melalui “trial and eror”
Agar dapat mendemonstrasikan suatu konsep atau keterampilan dengan berhasil, guru perlu dengan sepenuhnya menguasai konsep atau keterampilan yang akan didemonstrasikan, dan berlatih melakukan demonstrasio untuk menguasai komponen-komponennya.
g.        Mencapai Pemahaman dan Penguasaan
Untuk menjamin agar siswa akan mengamati tingkah laku yang benar dan bukan sebaliknya, guru perlu benar-benar memerhatikan apa yang terjadi pada setiap tahap demonstrasi ini berarti, bahwa jika guru menghendaki agar siswa-siswanya dapat melakukan sesuatu yang benar, guru perlu berupaya agar segala sesuatu yang didemonstrasikan juga benar, banyak contoh yang menunjukan, bahwa anak/siswa bertingkah laku denga tidak benar karena mencontoh tingkah laku orang lain yang tidak benar.
h.        Berlatih          
Agar dapat mendemonstrasikan sesuatu dengan benar diperlukan latiahan yang intensif dan memerhatikan asfek-asfek penting dari keterampilan atau konsep yang didemonstrasikan.
i.         Memberikan Latihan terbimbing
Salah satu tahap penting dalam pengajaran langsung adalah cara guru mempersiapkan dan melaksanakan pelatihan terbimbing. Keterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan dapat meningkatkan retensi, membuat belajar langsung dengan lancar, dan memungkinkan siswqa menerapkan konsep/keterampilan pada situasi yang baru.
Menurut Kardi dan Nur (2000 : 35-36), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menerapkan da melakukan pelatihan, yaitu :
1)          Menugasi siswa melakukan latiha singkat dan bermakna
2)          Memberikan pelatihan pada siswa sampai benar-benar menguasai konsep/ketrempilan yang dipelajari
3)          Hati-hati terhadap latihan yang berkelanjutan, pelatihan yang dilakukan terus menerus dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kejenuhan pada siswa
4)          Memerhattkan tahap-tahap awal pelatihan yang mungkin saja siswa melakukan keterampilan yang kurang benar atau bahkan salah tanpa di sadari.
j.         Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Tahap ini kadang-kadang disebut juga dengan tahap resitasi, yaitu huru memberikan beberapa pertanyaan lisan taupun tertuliskepada siswa dan guru memberikan respon terhadap jawaban siswa. Kegiatan ini merupakan aspek penting dalam pengajaran langsung, karena tanpa mengetahui hasilnya latiahan tidak mempunyai manfaat bagi siswa. Guru dapat menggunakan berbagai cara untuk memberikan unpan balik, sebagai mana umpan balik secar lisan, tes, dan kompoter tertulis, tanpa umpan balik spesifik, siswa tak mungkin dapt memperbaiki kekurangannya, dan tidak dapat mencapai tingkat penguasaan keterampilan yang mantap.
Menurut Kardi dan Nur (2000 : 38-42), untuk memberikan umpan balik yang efektif kepda siswa yang jumlahnya banyak dapat digunakan beberapa pedoman yang patut dipertimbangkan, sebagai berikut :
1)          Memberikan unpan balik sesegera mungkin setelah latihan
2)          Mengupayakan agar umpan balik jelas dan spesifik mungkin agar dapat membantu siswa dalam keterampilan.
3)          Umpan balik ditujukan langsung pada tingkah laku dan bukan pada maksud yang tersirat dalam tingkah laku tersebut.
4)          Menjaga umpan balik sesuai dengan tahap pengembangan siswa
5)          Memberikan pujian dan umpan balik pada kinerja yang benar.
6)          Apabila memberi umpan balik yang negatif, tunjukan bagaiman melakkukan dengan benar.
7)          Membantu siswa memusatkan perhatiannya pada proses bukan pada hasil.
8)          Mengajari siswa cara memberi umpan balik kepada dirinya sendiri, dan bagaiman menilai keberhasilan kinerjanya sendiri. Belajar bagaimana menilai keberhasilan sendiri dan memberikan umpan balik kepada dirinya sendiri merupakan hal pentiang yang perlu dipelajari oleh siswa.
k.        Memberikan kesempatan latihan mandiri
Pada tahap ini, guru memberikan tugas kepada siswa untuk menerapkan keterampilan yang barusaja diperoleh secara mandiri. Kegiatan ini dilakukan oleh siswa secara pribadi yang dilakukan di rumah atau di luar jam pelajaran. Menurut Kardi dan Nur (2000 : 42-43), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memberikan tugas mandiri yaitu :
ü     Tugas rumah yang diberikan bukan merupakan kelanjutan dari proses pembelajaran, tetapi merupakan kelnjutan dari pelatihan untuk pembelajaran berikutnya.
ü     Guru seyogianya mengimformasikan kepada orang tua siswa tentang tingkat keterlibatan mereka dalam membimbing siswa di rumah
ü     Guru perlu memberikan umpan balik tentang hasil tugas yang dibeikan kepada siswa di rumah

3.        Strategi Pembelajaran Modeling
Satu ciri dalam pembelajaran langsung adalah diterapkan strayegi modeling. Strategi modeling adalah strategi yang dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa seseorang dapat belajar melalui pemgamatan prilaku orang lain. Strategi belajar modeling berangkat dari teori belajar sosial, yang juga disebut belajar melalui observasi atau menurut Arends disebut juga dengan teori pemodelan tingkah laku (Kardi dan Nur, 2000 : 11).

Berbeda dengan para pakar psikologi tingkah laku murni, para pakar teori pemodelan tingkah laku percaya, bahwa sesuatu tiu telah dipelajari apabila pengamat memerhatikan dengan sadar bahwa tingkah laku, dan kemudian menyimpan di dalam ingatan jangka panjang. Prilaku demikian dapat dituangkan kembali dalam perbuatan serupa oleh si pengamat.
Menurut Bandura (1986) ada empat elemen penting yang perlu diperhatiakan dalam pembelajaran melalui pengamatan. Keempat elemen itu adalah perhatian (atensi, mengulang (retensi), mengolah (produksi), dan motivasi.
Ada dua alasan yang mendasari mengapa di terapkan strategi modeling dalam suatu pembelajaran. Alasan pertama adalah utuk mengubah prilaku baru peserta didik melalui  model pengamatan pembelajaran yang dilatihkan adalah perlu. Dengan melalui pengamatan guru (model) yang dilakukan kegiatan semisal demonstrasi atau eksprimen, maka peserta didik dapat meniru prilaku atau langkah-langkah yang di modelkan atau terampil melakukan kegiatan seperti yang dimodelkan. Alasan yang kedua adalah mendorong prilaku peserta didik tentang apa yang dipelajari, memperkukat atau memperlemah hambatan.
Teori pembelajaran sosial memberikan penjelasan tentang peran paengamatan dalam pebelajaran. Teiri ini menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran prilaku dan penekanannya pada proses mental internal. Teoru pembelajaran sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura, seperti yang dikutip oleh kardi dan Nur (2000 : 11) menyatakan bahwa “ sebagian besar manusia belajar memlalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain.” Inti dari teori pembelajaran sosial adalah pemodelan (modeling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah penting pelatihan pada peserta didik dalam melatihkan keterampilan proses.
Langkah modeling menurut Bandura terdiri dari fase atensi, fase retensi, fase produksi dan fase motivasi yang dalam pelatihan dilksanakan sebagai berikut :
Fase atensi : (1) guru (model) memberi contoh kegiatan tertentu (demonstrasi) di depan siswa sesuai dengan skenario`yang telah di sepakati. Peseta didik melakukan observasi terhadap keterampilan guru dalam melakukan kegiatan tersebut menggunakan lembar observasi yang telah disediakan, (2) guru bersama-sama peserta didik mendiskusikan hasil pengamatan yang dilakukan. Tujuan diskusi ini adalah untuk mencari kekurangan dan kesulitan peserta didik dalam mengamati langkah-lanngkah kegiatan yang disampaikan oleh guru dan untuk melatih peserta didik dalam meggunakan lembar observasi.
Fase Retensi : (1) diisi dengan kegiatan guru menjelaskan struktur langkah-langkah kegiatannya (demonstrasi) yang telah diam,ati oleh pesrta didik, untuk menunjukan langkah-langkah tertentu yang telah disajikan.
Fase Produksi, pada peserta ini peserta didik ditugasi utuk menyiapkan langkah-langkah kegiatannya  (demonstrasi) sendiri sesuai dengan langkah-langkah yang telah dicontohkan, hanya dari sudut yang berbeda. Selanjutnya, hasil kegiatan yang disajikan dalam bentuk diskusi kelas yang dilakukan secara bergiliran. Guru dan peserta diskusi akan memberikan refleksi pada saat diskkusi sesudah KBM berlangsung. Hal ini dilakukan bergabtian terhadap kelompok yang lain.
Fase motivasi berupa persentasi hasil kegiatan atau simpulan dan kegiatan diskusi. Pada saat diskkusi kelompok lain deberi kesempatan untuk menyampaikan hasil pengamatannya.
Akhirnya guru da peserta didik kan emnyimpulkan hasil kegiata serta overview untuk memberikan justifikasi hasil kegiatan yang telah dilakukan.
KOOPERATIF LEARNING
                Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa , bukan dibuat untuk siswa , pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik melakukan kegiatan belajar . Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektifitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.
                Kooperatif learning atau pembelajran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajran yang berdasarkan faham kontruktivis.
                Menurut slavin ( 1985) . kooperatif learning merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen .Sedangkan Sunal dan Flans (2000) mengemukakan kooperatif learning merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian stertegi yang khusus dirancang untuk member dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses  pembelajaran. Selanjutnya Stahl (1994) menyatakan kooperatif learning dapat meningkatkan dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong- menolong dalam prilaku sosial .
                Bedasarkan pendapat- pendapat diatas belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya , menghargai pendapat teman ,dan saling mmemberikan pendapat . ( shering ideas ).
                Unsur – unsur dasar dalam kooperatif learning menurut lungdren (1994) sebagai berikut :
a.        Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “ tenggelam atau berenang bersama.
b.        Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya ,selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadap.
c.        Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d.        Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok.
e.        Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f.         Para siswa terbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar .
g.        Setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif .

PENGGUNAAN KOOPERATIF LEARNING
                Ada beberapa cara menggunakan kooperatif learning matematika bagi siswa disekolah , yaitu : pertama , memenfaatkan tugas pekarjaan rumah . Bentuklah  beberapa kelompok siswa dengan ukuran antara tiga sampai lima orang setiap kelompoknya untuk memulai siswa belajar . mintalah mereka untuk membandingkan dan mendiskusikan hasil pekerjaan rumahnya antar anggota yang satu dengan lainnya tetapi masih dala, satu kelompok . Pada saat diskusi antar siswa dalam  kelompok sedang berlangsung ,guru dapat membimbing memecah kesulitan – kesulitan yang siswa alami dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan kunci atau saran – saran tertentu. Bila perlu dapat memberikan perhatian secara individual untuk para siswa yang tidak aktif. Kedua , pembahasan materi baru . Di dalam format pengajaran trdisional ( direct instruction) , biasanya guru mengembangkan ,menerangkan atau mendemonstrasikan suatu tekhnik baru .yang dapat digunakan untuk menghitung ,memecahkan persamaan ,menggambar grafik ,membuktikan teorema , dan sebagainya : kemudian guru meminta siswa bekerja sendiri- sendiri menggunakan pengetahuan yang bru didapatnya untuk menyelsaikan satu atau beberapa buah soal . di dalam format ini biasanya guru mengharapkan  para siswa  mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentan materi baru itu atau soal- soal itu. Sayangnya siswa segan mengajukan pertanyaan itu kepada guru yang berdiri didepan temen-temannya sekelas. Mereka takut atau malu berbuat kekeliruan atau mungkin takut dianggap bodoh . Di dalam format kooperati learning setelah guru menyampaikan materi pelajran ,para siswa bergabung dalam kelompok-kelompok kecil untuk berdiskusi atau menyelsaikan soal latihan , kemudian menyerahkan hasil kerja kelompo kepada guru . Jika diperlukan ,selamjutnya guru memimpin diskusi tentang pekerjaan kelompok itu yang membutuhkan penjelasan atau klasifikasi.
                Untuk mengoptimalkan manfaat kooperatif learning ,keanggotaan sebaiknya heterogen , baik dari kemampuannya maupun karakteristik lainnya . Jika para siswa yang mempunyai kemampuan bebrbeda dimasukkan dalam satu kelompok yang sama maka akan dapat memberikan keuntungan bagi para siswa yang berkemampuan rendah dan sedang sebaiknya apa yang dapat diperoleh siswa yang berkemampuan tinggi ? kemampuan komunikasi verbal matematika bagi siswa tersebut akan semakin meningkat . Untuk memberikan penjelasan tentang suatu meteri matematika , seorang siswa harus memahami materi itu lebih dalam dari pada sekedar kemampuan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah jawaban pada lembar kerja .
                Untuk menjamin heterogitas keanggotaan kelompok,maka gurulah yang membentuk kelompok-kelompok tersebut . jika siswa dibebaskan membuat sendiri maka biasanya siswa akan memilih teman- teman yang sangat disukainya , misalnya  karena sama jenisnya , sama etniknya ,atau sama dalam kemampuannya . Hal ini cenderung menghasilkan kelompok-kelompok yang homogen dan sering kali siswa tertentu tidak masuk dalam kelompok manapun . karena itu cara membebaskan siswa membuat kelompok sendiri bukan merupakan cara yang baik , kecuali guru membuat batasan-batasan tertentu sehingga dapat menghasilkan kelompok-kelompok yang heterogen .Pengelompokan secara acak juga dapat juga dapat dilakukan ,khususnya jika pengelompokkan itu terjadi pada awal tahun baru dimana guru baru sedikit mempunyai informasi tentang siswa – siswanya.
                Ukuran ( besar-kecilnya) kelompok akan  mempengaruhi pada kemampuannya produktivitas kelomponya . Ukuran kelompok yang ideal untuk kooperatif learning adalah tiga sampai lima orang . Jika satu kelompok terdiri atas hanya ada dua orang maka interaksi antar anggota kelompok akan sangat terbatas dan kelompo itu akan jika satu anggotanya absen. Sebaliknya , jika ukuran kelompok itu terlalu besar maka akan menjadi sangat sulit bagi kelompok itu berfungsi secara efektif . Siswa-siswa yang sangat vocal akan cenderung menguasai dan siswa-siswa yang pendiam akan cenderung mengamini saja . Dalam kelompok yang sangat besar ,sukar bagi setiap individu untuk mengutarakan pendapat-pendapatnya disamping lebih sukar didalam koordinasinya .
                Pada hakekatnya kooperatif learning sama dengan kerja kelompok , oleh sebab itu banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam kooperatif learning ,karena mereka telah menganggap telah terbiasa menggunakannya . Walaupun kooperatif learning terjadi dalam bentuk kelompok tetapi tidak setiap kerja kelompok dikatakan kooperatif learning .
                Beunet (1995) menyatakan ada 5 unsur dasar yang dapat membedakan kooperatif  learning dengan kerja kelompok yaitu :
a.        Positf interdependence
Yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya.
b.        Interaction face to face
Yaitu interaksi yang langsung terjadi antara siswa tanpa adanya perantara.
c.        Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok.
d.        Membutuhkan keluwesan
e.        Meningkatkan keterampilan kerja sama dalam memecahkan masalah.
Dalam cooperative learning terdapat beberapa variasi model yang di terapkan dalam pembelajaran dan yang akan dibahas dibawah ini yaitu kooperatif learning tipe Team Accelerated Instriction(TAI).
Dasar pemikiran dari tipe ini adalah untuk mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa, jika demikian bagaimana hal ini bisa terjadi salah satu bentuk kontroversi yang paling lama terjadi dalam bidang pendidikan di amerika. Ada pendapat yang mendukung praktik-praktik semacam pengelompokan sisiwa,pengelompokan siswa dalam kelas, pengajaran yang terprogram,pengajaran dengan computer, menguasai pelajaran sebagai cara untuk memastikan bahwa kebutuhan dan kesiapan para siswa benar-benar ikut diperhitungkan dadalam pengaajaran. Perlunya semacam individualisasi telah dipandang penting khususnya dalam pelajaran matematiika, dimana pemmbelajaran dari tiap kemampuan yang diajarkan sebagian besar tergantung pada penguasaan kemampuan yang dipersyaratkan.
Dasar pemikiran dibalik individualisasi pengajaran matematika adalah bahwa para siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam. Ketika guru menyampaikan sebuah pelajaran kepada bermacam-macam kelompok, besar kemungkinan ada sebagian siswa yang tidak memiliki syarat kemampuan untuk mempelajari pelajaran tersebut dan akan gagal memperoleh manfaat dari metode tersebut. Siswa lainnya mungkin malah sudah tahu materi itu, atau bias mempelajarinya dengan sangat cepat sehingga waktu mengajar yang dihabiskan bagi mereka yang membuang waktu.
Jelas bahwa mengajar sebuah pelajaran pada satu taraf kemampuan pada kelas yang hiterogen menimbulkan inefvisiensi tertentu dalam penggunaan waktu mengajar. Dalam teorinya evisiensi pengajaran maksimum seharusnya bias dicapai apabila materi yang disampaikan kepada para siswa dapat mengasimilasi informasi. Pengaruh substansial dari pengajaran satu oleh satu terhadap oleh prestasi siswa.
Akan tetapi, hampir semua siswa belajar dalam kelompok-kelompok kelas dan bukan dalam sesi-sesi pengajaran individual. Individualisasi dalam pengajaran dikelas menuntut biaya yang terkait dengan evisiensi pengajaran yang mungkin setara ataupun bisa menurunkan evisiensi yang disebabkan oleh penggunaan pengajaran satu tingkat atau taraf kemampuan. Misalnya, pengajaran yang diperogran untuk memberikan pengajaran yang terindividualisasi yang sempurna, member kesempatan pada siswa untuk berkembang berdasarkan taraf kemampuan mereka sendiri terhadap materi yang sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka sebelumnya. Tetapi pengajaran terprogram seperti ini tidak dapat menghindari berkurangnya bagi guru untuk memberikan kegiatan pengajaran langsung dan meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan siswa untuk melakukan tugas dikursinya masing-masing. Dalam kajian-kajian taraf kemampuan kelompok menerima pengajaran, waktu yang dihabiskan mengerjakan tugas dikursi masing-masing dalam hal tertentu hubungan yang negative dengan pengajaran. Sementara waktu yang dihabiskan untuk pengajaran langsung memperlihatkan pengaryh positif terhadap pengajaran.
Namun masalah heterogenitas para siswa yang menjadi tujuan dari dirancangnya metode pengajaran individual ini belumlah terselesaikan. Bisa jadi sebagai konsekuensi kebijakan-kebijakan khusus seprti penerpan mainstreaming dan penghapusan perbedaan, kelas-kelas yang menjadi heterogen, dan bukan sebaliknya, akibatnya  semakin menjai pertanyaan apakah pengelomkan siiswa bisa menjadi cara yang efektif jika dihadapkan dengan masalah heterogenitas para siswa. Kajian-kajian mengenai pengelompokan  para siswa menemukan bahwa hal ini akan memberikan manfaat yang kecil dalam kemampuan para siswa (slavin, 1987c).
A.Team Accelerated Inyruction atau Team Assisted Individuallization (TAI).
Tipe ini dikembangkan oleh Slavin Leavey Madder 1986, dan merupakan salah satu bentuk koopratif  yang menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang ,yang siswanya memiliki kemampuan heterogen atau berbeda tingkat kecepatannya menerima pelajaran dan memecahkan permasalahan yang diberikan . Menurut Driver ( dalam bawa , 2004) Team Asisted Individualized ( TAI ) merupakan pembelajaran yang menekankan pada pendekatan konstruktivis lebih terfokus pada “ suksesnya siswa dalam mengorganisasikan pengetahuan mereka “ dan bukan pada “ kebenaran dalam melakukan refleksi atau apa yang dikerjakan guru “
                Tipe TAI ini sama dengan tipe STAD dan TGT menggunakan penggunaan bauran kemampuan empat anggota yang berbeda dan member sertifikat  untuk tim dengan kinerja yang terbaik . Namun metode STAD dan TGT menggunakan pola pengjaran tinggal untuk satu kelas , sementara TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran yang individual.
                Dalam TAI , para siswa memasuki sekuen individual berdasarkan tes penempatan dan kemudian melanjutkannya dengan tingkat kemampuan mereka sendiri .secara umum ,anggota kelompok bekerja pada unit pelajaran yang berbeda . Teman satu tim saling memeriksa hasil kerja masing – masing menggunakan lembar jawaban dan saling membantu dalam menyelsaikan berbagai masalah. Unit tes yang terakhir akan dilakukan tanpa bantuan teman satu tim dan skornya dihitung dengan monitor siswa . Tiap minggu , guru menjumlahkan angka dari tiap unit yang telah diselseikan semua anggota tim dan memberikan serifikat atau penghargaan tim lainnya untuk tim yang berhasil melampaui criteria skor yang didasarkan pada angka tes terakhir yang telah dilakukan , dengan poin ekstra untuk lembar jawaban dan pekerjaan rumah yang telah diselsaikan.
Karena para siswa bertanggung jawab untuk saling mengecek satu sama lain dan mengelola materi yang disampaikan, guru dapat menghabiskan waktu didalam kelas penyampaian pelajaram pada kelompok kecil siswa yang terdiri dari beberapa tim yyang belajar pada tingkat yang sama dalam sekuen matemtik, sebagai contoh, guru akan menyebutkan serangkaian bilangan decimal,menyampaian pelajaran mengenai bilagan decimal. Kemudian menyuruh siswa kembali kepada timnya untuk mempelajari mengenai bilangan decimal. Lalu guru akan menyebutkkam serangkaian angka pecahan dan seterusnya.
                TAI memiliki berbagai dinamika motivasi yang memiliki STAD dan TGT , para siswa saling membantu satu sama lain untuk berusaha keras karena mereka semua menginginkan tim mereka berhasil . Tanggung jawab undividual ,terjamin karena satu-satunya skor yang diperhitungkan adalah skor tes final , dan siswa mengerjakan tes tersebut tanpa bantuan teman satu tim . Siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil karena semua siswa telah ditempatkan sesuai dengan tingkat pengetahuan awal mereka.
Namun demikian, individualisasi yang menjadi bagian dari TAI menyebutkan menjadi sedikit berbeda dari STAD dan TGT. Dalam matematika kebanyakan konsep dibangun dari konsep sebelumnya. Apabila konsep sebelumnya tidak dikuasai akan sulit atau tidak mungkin untuk mempelajari konsep berikutnya; para siswa yang tidak bias mengurangkan atau mengalikan tidak akan bias menguasai hitungan yang lebih rumit, siswa yang tidak memahami konsep bilangan pecahan, tidak akan mampu memahami apa itu bilangan decimal. Dalam TAI  para siswa belajar pada tingkat kemampuan mereka sendiri-sendiri, jadi apabila mereka tidak memenuhi syarat kemampuan tertentu mereka dapat membangun dasar yang kuat sebelum melngkah ke tahap berikutnya, jika siswa mencapai kemajuan lebih cepat maka tidak perlu menunggu anggota kelas lainnya.
B . komponen – komponen Team Asisted individualization ( TAI )
                Model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini memiliki delapan komponen ,yaitu :
1.        Teams
Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri dari 4 sampai 5 orang , seperti halnya yang dikatakan tipe STAD dan TGT .
2.        Tes penempatan ( Placement test )
Pada tes penempatan ini para siswa diberikan terprogram dalam bidang operasi matematika pada permulaan pelaksanaan program , mereka ditempatkan pada tingkat yang sesuai dalam program . Mereka ditempatkan pada tingkat yang sesuai dalam program individual berdasarkan kinerja mereka dalam tes ini
3.        Materi- materi kurikulum
Untuk sebagian besar dari pengajaran matematika mereka, para siswa bekerja pada materi kurikulum individual yang mencakup penjumlahan , pengurangan , perkalian , pembagian, angka , pecahan , decimal , rasio, persen, statistik dan aljabar . Masalah – masalah kata dan strategi penyelsaian masalah ditekankan pada seluruh materi. Tiap-tiap unit memiliki bagian-bagian sebagai berikut:
·          Halaman panduan yang mengulang konsep yang telah yang telah diperkenalkan oleh guru dalam kelompok pengajaran dan memberikan metode tahap demi tahap dari penyelesaian masalah.
·          Beberapa halaman untuk latihan kemampuan, tiap halaman terdiri dari enam belas masalah, tiap latihan kemampuan memperkenalkan subkemampuan yang mengarah pada penguasaan akhir dari seluruh kemampuan.
·          Tes formatif dua set yang pararel dari sepuluh soal.
·          Lima belas soal tes unit  dan formatif
4.        Belajar kelompok ( team study )
Team study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada peserta didik yang membutuhkan.
5.        Skor team dan rekognisi team ( team scores and team recognition )
Skor tim dan rekognisiny tim , yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan membrei criteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelsaikan tugas.
6.        Kelompok pengajaran ( teaching group )
Setiap hari guru memberikan pengajaran selama sekitar sepuluh sampai lima belas menit kepada atau tiga kelompok kecil siswa yan terdiri dari siswa dari tim berbeda yang tingkat pencapaian kurikulumnya sama guru menggunakan konsep pelajaran yang spesifik yang telah disediakan oleh program. Tujuan dari sesi ini adalah untuk mengenalkan konsep-konsep utama kepada para siswa. Pelajarang tersebut dirancang untuk membantu para siswa memahami hubungan antara pelajaran matematika yang mereka kerjakan dengan soal yang sering ditemui dan juga merupakan soal-soal dalam kehidupan nyata. Secara umum para siswa tersebut menerima pengenalan konsep-konsepnya dalam kelompok pengajaran sebelum mereka mengerjakan soal-soal tersebut dalam unit-unit individual. Sementara guru bekerja bersama kelompok pengajaran siswa-siswa lainnya melanjutkan mengerjakan unit-unitindividual mereka dalam timnya masing-masing pelajaran langsung untuk mengajari kelompok ini dapat diterapkan dalam program individual oleh fakta bahwa para siswa bertanggung jawab untuk hampir semua pemieriksaan, penanganan materi, dan  pengarahan
7.        Tes fakta ( fact test )
Seminggu dua kali, para siswa mengerjakan tes-tes fakta selama tiga menit para siswa tersebut diberikan lembar-lembar fakta untuk dipelajari  dirumah untuk persiapan menghadapi tes-tes
ini.
8.        Whole – class Units ( unit seluruh kelas )
Whole-class Unit yaitu pemberian materi oleh oleh guru kembali diakhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
C.Langkah- langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI
Langkah – langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI dibedakan menjadi 2 yaitu TAI dalam artian Accelerated dan TAI dalam artian Asisted
a.        Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI dalam artian Team Accelerated Instruction
Kegiatan belajar dengan model ini dimulai dengan guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok . Biasanya antara 4-5 siswa disetiap kelompoknmya masing-masing siswa memperoleh bahan ajar yang berbeda disesuaikan dengan kemampuan siswa . Siswa berkemampuan tinggi mendapatkan bahan ajar yang berbeda dengan siswa berkemampuan rendah . Selanjutnya, siswa diminta mengerjakan beberapa soal tentu saja dengan kualitas yang berbeda pula sesuai dengan kemampuan siswa .setlah selesai mengerjakan soal ,hasil kerja siswa dalam kelompok dikumpulkan menjadi satu dan dikoreksi silang dengan kelompok lain . Satu hal yang harus diperhatika adalah soal siswa berkemampuan tinggi harus dikoreksi oleh siswa berkemampuan tinggi juga. Demikian juga dengan soal untuk siswa berkemampuan sedang dan rendah. Jika hasil yang diperoleh memenuhi criteria ketuntasan yang telah ditetapkan,maka siswa tersebut berhak mengikuti tes akhir. Bagi siswa yang belum memenuhi standar tersebut akan diberikan beberapa soal lagi yang tentu saja harus setara dengan soal sebelumnya sampai akhirnya memperoleh nilai yang diinginkan guru.
b.        Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI dalam artian Team Assisted Individuallization
·          Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran      secara individual.
·         Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
·          Guru membbentuk beberapa kelompok.
·                  Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok,setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
·                  Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,mengarahkan dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
·          Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
·                  Guru member penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
                Unsur – unsur yang diperhatikan  dalam Teams AsSisted Individualization menurut Robert . E. Slavin  adalah sebagai berikut :
1.        Team ( kelompok ) peserta didik dikelompokkan  dalam kelompok – kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 orang peserta didik dengan kemampuan yang berbeda.
2.        Tes penempatan , peserta didik diberi tas diawal pertemuan , kemudian peserta didik ditempatkan dalam tes , sehingga didapatkan anggota yang heterogen ( memiliki kemampuan berbeda ) dalam kelompok
3.        Langkah- langkah pembelajaran.
                Sebagai tambahan terhadap penyelesaian masalah manajemen dan motivasi dalam program pengajaran individual, TAI dirancang untuk memperoleh manfaat yang sangat besar dari potensi sosialisasi yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif. Kajian-kajian sebelumnya mengenai kemampuan kelompok dalam metode-metode pembelajaran kooperatif secara konsisten telah menemukan sejumlah pengaruh positif dari metode-metode ini terhadap para siswa yang cacat secara akademik. Cukup beralasan apabila kita mengharapkan munculnya perolehan keluaran yang serupa dalam metode-metode yang mengombinasikan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual.
TAI dirancang untung memuaskan kriteria berikut ini untuk menyelesaikan masalah-masalah teoritis dan praktis dari system pengajaran individual:
·          Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin
·          Guru setidaknya akan menghabiskan separuh waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.
·          Operasional program tersebut akan sedemikian sederhananya sehingga para siswa dikelas tiga keatas dapat melakukannya.
·          Para siswa akan termotivasi unutk mempelajari materi-materi yang diberrikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas.
·          Tersedianya banyak cara pengecekan penguasaan supaya para siswa jarang menghabiskan waktu mempelajari kembali materi yang sudah mereka kuasai atau menghadapi kesulitan serius yang membutuhkan bantuan guru.
·          Para siswa akan dapat melakukan pengeceekan satu sama lain, sekalipun bila siswa yang mengecek kemempuannya ada dibawah siswa yang dicek dalam rangkaian pengajaran, dan prosedur pengecekan akan cukup sederhana dan tidak mengganggu si pengecek.
·          Programnya mudah dipelajari baik okeh guru maupun siswa, tidak mahal. Fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan atau tim guru.
·           Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif, dengan status yang sejajar, program ini akan terbangun kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif terhadap siswa-siswa mainstream yang cacat secara akademik dan diantara para siswa dari latar belakang ras atau etnik berbeda.





Contoh penggunaan Cooperative Learning dalam matematika
Topik   : Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dan Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)
Tingkat : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
Tujuan :
`1. Berlatih menentukan KPK dan FPB jika sepasang bilangan diketahui
2. berlatih menentukan hubungan antara KPK,FPB dan hasil kali sepasang   
   Bilangan.
                3.Berlatih mencatat data secara sistematis
                4.Melihat pola melalui analisis data
Ukuran kelompok: 4 orang siswa
Bahan-bahan yang diperlukan untuk setiap kelompok:
                1.4 buah fotocopy lembar masalah
                2.1 lembar untuk catatan hasil
                3.1 buah amplop berisi 12 lembar kertas yang masing-masing memuat sepasang   
                     Bilangan.


Model Pembelajaran  Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan reformasi pendidikan. Pembelajaran kooperatif meliputi banyak jenis, bentuk pengajaran dan pembelajaran yang merupakan perbaikan tipe pembelajaran tradisional. Dalam proses belajar mengajar, para siswa perlu dilatih untuk bekerja sama dengan rekan-rekan sebayanya. Ada kegiatan belajar tertentu yang akan lebih berhasil jika dikerjakan secara bersama-sama, misalnya dalam kerja kelompok, daripada jika dikerjakan sendirian oleh masing-masing siswa. Latihan kerja sama sangatlah penting dalam proses pembentukan kepribadian anak. Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi (Ibrahim, 2000). Keterampilan ini amatlah penting untuk dimiliki siswa dalam rangka memahami konsep-konsep yang sulit, berpikir kritis dan kemampuan membantu teman.
Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu:
1.   Perspektif motivasi
Artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
2.   Perspektif sosial
Artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semuan anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, dimana setiap anggota kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan.


3.   Perspektif perkembangan kognitif
Artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berfikir mengolah berbagai informasi.
4.   Perspektif elaborasi kognitif
Artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya.

Pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen utama yaitu komponen tugas kooperatif (cooperative task ) dan komponen struktur insentif kooperatif (cooperative incentive structure). Tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Struktur insentif dianggap sebagai keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena melalui struktur insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi pembelajaran, sehingga mencapai tujuan kelompok.
Jadi, hal yang menarik dalam pembelajaran kelompok adalah adanya harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi belajar peserrta didik (student achievement) juga mempunyai dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan terhadap peserrta didik yang dianggap lemah, harga dirri, norma akademik, penghargaan tehadap waktu, dan suka member pertolongan pada yang lain.
Model pembelajaran perlu dipahami Guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda.
Menurut Dahlan (1990), model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Sedangkan pembelajaran menurut Muhammad Surya (2003) merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dan pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Model pembelajaran menurut Joice dan Weil (1990) adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya. Dalam penerapannya model pembelajaran ini harus sesuai dengan kebutuhan siswa.
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada 4 unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu:
1.   Adanya peserta dalam kelompok.
2.   Adanya aturan kelompok.
3.   Addanya upaya belajar setiap anggota kelompok.
4.   Adanya tujuan yang harus dicapai.

Pendekatan pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa ciri, antara lain:
1.     Keterampilan sosial
Artinya keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi dalam kelompok untuk mencapai dan menguasai konsep yang diberikan guru.

2.     Interaksi tatap muka
Setiap individu akan berinteraksi secara bersama dalam kelompok. Interaksi yang serentak berlangsung dalam setiap kelompok melalui pembicaraan setiap individu yang turut serta mengambil bagian.
3.     Pelajar harus saling bergantung positif
Artinya setiap siswa harus melaksanakan tugas masing-masing yang diberikan untuk menyelesaikan tugas dalam kelompok itu. Setiap siswa mempunyai peluang yang sama untuk mengambil bagian dalam kelompok. Siswa yang mempunyai kelebihan harus membantu temannya dalam kelompok itu untuk tercapainya tugas yang diberikan kepada kelompok itu. Setiap anggota kelompok harus saling berhubungan, saling memenuhi dan bantu-membantu.
Menurut Kagan (1994), pembelajaran kooperatif mempunyai banyak manfaat, yaitu:
a.      Dapat meningkatkan pencapaian dan kemahiran kognitif siswa.
b.     Dapat meningkatkan kemahiran sosial dan memperbaiki hubungan sosial.
c.      Dapat meningkatkan keterampilan kepemimpinan.
d.     Dapat meningkatkan kepercayaan diri.
e.      Dapat meningkatkan kemahiran teknologi.
Menurut Hasan (1996), untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam prakteknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.   Semakin kecil upaya yang dilakukan Guru dan semakin besar aktivitas belajar siswa, maka hal itu semakin baik.
2.   Semakin sedikit waktu yang diperlukan Guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik.
3.   Sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan.
4.   Dapat dilaksanakan dengan baik oleh Guru.
5.   Tidak ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses belajar yang ada.

Ø       Keunggulan dan kelemahan strategi pembelajaran kooperatif
Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran diantaranya:
a.        Melalui sttategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
b.        Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c.        Strategi pembelajaran dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d.        Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
e.        Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan siswa, termasuk mengembangkan rasa harga diri. Hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
f.         Melalui strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
g.        Strategi pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyara (riil).
h.        Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses jangka panjang.

Kelemahan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran diantaranya:
a.        Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi pembelajaran kooperatif memang butuh waaktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat kooperatif learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerjasama dalam kelompok.
b.        Ciri utama dari strategi pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
c.        Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarrnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
d.        Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali attau sekali-sekali penerapan strategi ini.
e.        Walaupun kemempuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarrkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu idealnya melalui strategi pembelajaran kooperatif selain siswa blajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam strategi pembelajaran kooperatif memeang bukan pekerjaan yang mudah.

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan, yaitu diantaranya:1) Student Team Achievement Division (STAD), 2) Jigsaw, 3) Teams Games Tournaments (TGT), 4) Group Investigation (GI), 5) Rotating Trio Exchange, dan 6) Group Resume.


A.      Model Pembelajaran Kooperaatif Tipe TGT
Model Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), atau Pertandingan Permainan Tim, pada mulanya dikembangkan oleh David De Vries dan Keath Edward (1995). Model ini menggunakan pelajaran yang sama yang  disampaikan guru dan tim kerja yang sama seperti dalam STAD, tetapi menggantikan kuis dengan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya.
TGT mempunyai banyak kesamaan dinamika dengan STAD, tetapi menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu alam mempersiapkan diri untuk permainan denfgan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang berrmain dalam game temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual. Materi yang sama yang digunakan dalam STAD dapat juga digunakan dalam TGT-kuis STAD digunakan sebagai game dalam TGT. Sebagian guru lebih memilih TGT karena paktor menyenangkan dan kegiatannya, sementara yang lain lebih meilih yang murni bersipat kooperatif saja yaitu STAD, dan banyak juga mengkombinasikan keduanya.
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status. Tipe ini melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya, mengandung unsur permainan yang bisa menggairahkan semangat belajar dan mengandung reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
TGT dapat digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dari ilmu-ulmu eksak, ilmu-ilmu sosial maupun bahasa dari jenjang Pendidikan Dasar (SD, SMP) hingga pergururan tinggi. TGT sangat cocok untuk mengajar tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar. Meski demikian, TGT juga dapat diadaptasi untuk digunakan dengan tujuan yang dirumuskan dengan kurang tajam dengan menggunakan penilaian yang bersifat terbuka, misalnya esai atau kinerja (Nur dan Wikandari, 2000:27).
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.
Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja-meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara.
Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 tahapan yaitu :
1.     Tahap penyajian kelas (class precentation)
2.     Belajar dalam kelompok (teams)
3.                                                                                 Permainan (geams)
4.     Pertandingan (tournament)
5.     Perhargaan kelompok ( team recognition)
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri–ciri sebagai berikut:

1.     Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi. Pada saat penyajian kelas ini, siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2.     Kelompok (team)
Siswa ditempatkan dalam kelompok–kelompok belajar yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat turnamen.

3.     Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Game tersebut dimainkan diatas meja dengan 6 orang siswa, yang masing-msing mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan game hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang sama. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor tersebut. Sebuah aturan tentang penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masing-masing. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.

4.     Turnamen
Turnamen adalah sebuah struktur di mana game berlangsung. Biasanya berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan persentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Tournament biasanya dibuat dalam beberapa kategori. Misalnya kategori dengan kemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Setiap kelompok mengutus satu orang anggotanya di setiap kategori. Dalam permainan setiap peserta yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Permainan diawali dengan membacakan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu soal beserta kunci jawabannya yang di simpang secara terbalik di atas meja. Pertama ditentukan dahulu pembaca soal dan pemain dengan cara diundi, sisanya bertindak sebagai penantang. Pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisikan nomor soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor soal yang diberikan oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri sampai waktu yang berikan habis dan menuliskan jawabannya pada kartu jawaban. Setelah itu pemain membacakan hasilnya, diikuti penantang secara bergiliran untuk membacakan hasilnya. Skor hanya diberikan kepada permainan atau penantang yang menjawab benar. Permainan diteruskan dengan kartu soal berikutnya sampai kartu soal habis, di mana setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi pembaca soal, pemain dan penantang. Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas membacakan soal dan membuka kunci jawaban tanpa ikut mengerjakan soal atau memberikan jawaban kepada peserta lain. Diakhir permainan setiap peserta mengumpulkan skor yang diperolehnya. Selanjutnya setiap pemain kembali ke kelompoknya masing-masing dan melaporkan hasil yang diperoleh berdasarkan tabel yang disediakan. Kelompok dengan skor tertinggi menjadi pemenang dalam permainan ini.

5.     Penghargaan kelompok (team recognise)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, berdasarkan akumulasi skor yang diperoleh. masing-masing team akan mendapat penghargaan atau hadiah apabila skor memenuhi kriteria yang ditentukan.


MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEARD TOGETHER)
Dunia pendidikan kita ditandai oleh dispartasi antara pencapaian academic standard dan performance standard.Faktanya, banyak peserta didik mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, namun pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Sebagian besar dari peserta didik tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan. Peserta didik memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya di mana mereka akan hidup dan bekerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang.
Dalam rangka mencapai kompetensi seperti yang diharapkan, guru perlu mempersiapkan pedoman dalam penyampaian materi, juga agar setiap langkah kegiatan pencapaian kompetensi untuk siswa dapat dilakukan secara bertahap, sehingga diperoleh hasil pembelajaran yang optimal.Salah satu model pembelajaran yang digunakan guru dalam menyampaikan materi yakni model pembelajaran koopratif tife NHT.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Menurut Stahl (1994) dalam bukunya ismail (2003ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah:
a.        Belajar dengan teman
b.        Tatap muka antar teman
c.        Mendengarkan antar anggota
d.        Belajar dari teman sendiri dalam kelompok
e.        Belajar dalam kelompok kecil
f.         Aktif berbicara atau mengemukakan pendapat atau gagasan
g.        Siswa membuat keputusan dan
h.        Siswa aktif
Sedangkan menurut Johnson (1984) belajar kooperatif mempunyai ciri-ciri:
a.        Saling ketergantungan yang positif
b.        Dapat dipertanggung jawabkan secara individu
c.        Heterogin
d.        Berbagin kepemimpinan
e.        Berbagi tanggung jawab
f.          
g.        Ditekankan pada tugas dan kebersamaan
h.        Mempunyai keterampilan dalam berhubungan social
i.         Guru mengamati dan
j.         Efektivitas tergantung pada kelompok
Dengan demikian dapat diringkas bahwa pembelajaran koopratif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.        Siswa belajar dalam kelompok, aktif mendengar, mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan secara bersama
b.         Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah
c.         Jika dalam kelas terdapat siswa –siswab yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap kelompok pun terdapat ras, suku, agama, dan jenis kelamin yang berbeda pula
d.         Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada kerja perorangan.
Proses pembelajaran dengan model pembelajaran koopratif dimulai dengan membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil (3-5 siswa per kelompok). Setiap siswa ditempatkan didalam kelas sedemikian rupa sehingga antara annggota kelompok dapat belajar dan berdiskusi dengan baik tampa mengganggu kelempok yang lain. Guru membanggi materi pelajaran, baik berupa lembar kerja siswa, buku, atau penugasan. Selanjutnya guru menjelasakan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memberika pengarahan tenteng materi yang harus dipelajari dan permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan. Siswa secara sendiri-sendiri mempeajari matepembelajara,dan jika ada kesulitan mereke saling berdiskusi dengan teman-temannya dalam kelompok. Untuk menguasai materi pelajaran atau menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan, setiap siswa dalam kelompok ikut bertanggung jawab secara bersama, yakni dengan cara berdiskusi, saling tukar ide, pengetahuan dan pengalaman, demi tercapainya tujuan pembelajaran. sebagai tambahan, belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin, 1995). Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar koopratif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.Karena siswa belajar dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah (Louisell & Descamps, 1992).
Zamroni (2000) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar koopratif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar koopratif dapat mengembangkan solidaritas social dikalangan siswa. Dengan belajar koopratif, diharapkan kelak akan muncul generasi yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.
Dari uraian tentang pembelajaran kooperatif ini, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tersebut memerlukan kerjasama antar siswa dan saling ketergantung dalam struktus pencapaian tugas, tujuan, dan penghargaan.Keberhasilkan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, di mana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan yang positif dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan  akademik. Number head together(NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen dan Ibrahim (1993) untuk melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahimmengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang. Tipe pembelajaran ini memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan social
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a)      Pembentukan kelompok
b)      Diskusi masalah
c)      Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar.Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
                                                                                                                                                     
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Menurut Nurhadi (2004;121) pembelajaran tipe NHT dikembangkan dengan melibatkan siswa dalam melihat kembali bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut.Tahapan pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT diungkapkan oleh Nurhadi (2004;121) dalam 4 langkah sebagai berikut:
1.Penomoran (Numbering)
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor yang berbeda.Pemberian nomor pada siswa disesuaikan dengan banyaknya siswa dalam kelompok itu.
2.Pengajuan Pertanyaan (Questiening)
Guru mengajukansebuah pertanyaan kepada siswa.Pertanyaan yang dapat bervariasi. Pertanyaan dapat  bersifat spesifik dan dalam bentuk kalimat  Tanya. Misalnya, “Berapakah jumlah gigi orang dewasa?”Atau berbentuk arahan, misalnya “Pastikan setiap orang mengetahui 5 buah ibu kota provinsi yang terletak di pulau sumatra.
3.Berfikir Bersama (Heads Together)
Para siswa berfikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
4.Pemberian Jawaban (Answering)
Guru memanggil satu nomor tertentu kemudian siswa dari  tiap kelompok  dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan karna dalam tipe pembelajaran ini siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda dan tiap anggota tahu bahwa hanya satu murid yang dipanggil untuk mempresentasikan jawaban.Setiap kelompok melakukan diskusi untuk berbagi informasi antar anggota sehingga setiap anggota mengetahui jawabannya.
Nanang (2009) mengemukakan empat langkah yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1.        Peserta didik dibagi dalam kelompok setiap peserta didik dalam setiap kelompok tersebut mendapat nomor.
2.        Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3.        Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabanya.
4.        Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5.        Tanggapan dari teman yang lain kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6.        Kesimpulan.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh  Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
1.             Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2.             Memperbaiki kehadiran
3.             Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar
4.             Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5.             Konflik antara pribadi berkurang
6.             Pemahaman yang lebih mendalam
7.             Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8.             Hasil belajar lebih tinggi


MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mampu menghadapi dan memecahkan problema dan kesulitan-kesulitan dalam kehidupan yang dihadapinya. Konsep pendidikan terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersngkutan harus mampu menerapkan apa yang telah dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini dan mas mendatang.
Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penympurnaan atau perbaikan pendidikan untuk mengantisipasi kebutuhaan dan tantangan masa depan perlu terus menerus dilakukan, diselesikan dengan perkembangan kebutuhan dunia usaha/ dunia industri, perkembangan dunia kerja serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.Tugas seorang guru selain membantu siswa mendapatkan informasi, ide-ide, keterampilan, nilai-nilai, cara-cara berfikir dan mengemukakan pendapat adalah membimbing para siswa tentang bagaimana belajar yang sesungguhnya dan belajar memecahkan masalah yang dapat digunakan di masa depan mereka. Proses pembelajaran yang terjadi selama siswa duduk di bangku sekolah dengan sendirinya menjadi sangat menentukan keberhasilan mereka di masa yang akan datang.
Untuk mencapai hal-hal tersebut di atas, pembelajaran matematika di Sekolah harus mencerminkan pembelajaran yang aktif, efektif, keatif, dan menyenangkan. Karena itu juga diperlukan perubahan strategi pembelajaran matematika.Selain strategi pembelajaran di kenal juga istilah model pembelajaran matematika yang di bedakan dari istilah strategi atau metode pembelajaran matematika. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari suatu strategi atau metode pembelajaran.model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak di punyai oleh strategi atau metode tertentu,yaitu:



1.        raisional teoritik yang logis di susun oleh perancangnya
2.        tujuan pembelajaran yang akan di capai.
3.        tingkah laku pengajar yang di perlukan agar model tersebut dapat di laksanakan dengan berhasil.
4.        lingkungan belajar yang di perlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Istilah model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Model-model pembelajaran dapat di klasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks ( pola urutannya ) dan sifat lingkungan belajarnya sebagai contoh pengklasifikasian berdasarkan tujuan adalah pembelajaran langsung.
Sintaks( pola urutan) dari suatumodel pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya di sertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks ( pola urutan) dari suatumodel pembelajaran tertentu menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang hrus di lakukan oleh guru atau siswa.sintaks ( pola urutan ) dari bermacam-macan model pembelajaran memiliki komponen-komponen yang sama.contoh;setiap model pembelajaran di awali dengan upaya menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran.setiap model pembelajaran di akhiri dengan tahap menutup pembelajaran,di dalamnya meliputi kegiatan merangkum pokok-pokok pelajaran yang di lakukan oleh siswa dengan bimbingan guru.
Tiap-tiap model pembelajaran membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit berbeda misalnya; model pembelajaran kooperatif memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel seperti tersedia meja dan korsi yang mudah di pindahkan. Pada model pembelajaran diskusi para siswa duduk di bangku yang di susun secara melingkar ( tapal kuda ). Sedangkan model pembelajaran langsung siswa duduk berhadap-hadapan dengan guru.
Pada model pembelajaran kooperatif siswa perlu berkomunikasi satu sama lain,sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa harus tenang dan memperhatikan guru.
Salah satu model pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang mngutamakan adanya kerja sama, yakni; kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapi tujuan pembelajaran. Para siswa di bagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan di arahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah di tentukan.
Tujuan pembelajaran kooperatif dalah untuk membngkitkan interaksi yang efektip di anatara anggota kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini sebagian aktifitas pembelajaran terpusat pada siswa,yakni mempelajri materi pelajaran,berdiskusi untuk memecahkan masalah atau tugas. Dengan interaksi yang efektip di mungkinkan semua kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar.
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif:
a.        siwa belajar dalam kelompok, aktif mendengar,mengemukakan pendapat, dan membuet keputusan secara bersama.
b.        Kelompok siswa terdiri dari siswa-siwa yang memiliki kemampuan tinggi,sedang,dan rendah.
c.        Jika dalam kelas terdapat siswa/i yang terdiri dari berbagai ras,suku,agama,budaya,dan jenis kelamin yang berbeda,maka di upayakan agar dalam setiap kelompok terdapat ras,suku,agam,dan jenis kelamin yang berbeda pula.
d.        Penghargaan lebih di utamakan  pada kerja kelompok dari pada akerja per orang.

Belajar kooperatif bukanlah sesuatu yang baru. Sebagai seorang guru dan mungkin siswa kita pernah mengunakannya mengalaminya sebagai contoh saat bekerja dalam laboratorium. Dalam belajar kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5  orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi yang dibeikan guru (Slavan, 1995; Eggen dan Kauchak). Sedangkan Artzt dan Newman (1990: 448) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori Konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran dengan model kooperatif, memilliki tujuan diantaranya yaitu:
a.        hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
b.        Pengakuan adanya keberagaman
Pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakng.
c.        Pengembangan keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
        Seperti halnya pada model pembelajan lansung, dalam model pembelajaran kooperatif juga diperlukan tugas perencanaan, misalnya menentukan pendekatan yang tepat, memilih topik yang sesuai, pembentukan kelompok siswa, menyiapkan LKS atau panduan belajar siswa, mengenalkan siswa pada tugas dan perannya dalam kelompok, merencanakan waktu dan tempat yang akan dipergunakan.
        Salah satu tugas guru dalam model pembelajaran kooperatif adalah memilih pendekatan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dimana terdapat beberapa variasi dari model pembelajaran kooperatif, yaitu; Student Team Achievement Division (STAD), JIGSAW, Investigasi Kelompok (Teams Games Tournaments atau TGT), dan Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).

JIGSAW
        Jigsaw telah dikembangkan dan di uji coba oleh Elliot Aronson dan teman-temannya (Aronson, Branely, Stephan, Sikes, dan Snapp(1978); Aronson, Bridgeman dan Geffner(1978)) dari Universitas Texas. Selaras dengan pendapat Aronson(1978), tehnik belajar kooperatif jigsaw lebih menyangkut kerjasama dan saling ketergantungan antar siswa. Pertama kalinya dikembangkan untuk menghadapi isu yang disebabkan perbedaan sekolah-sekolahdi Amerika Serikat yang sering terjadi antara tahun 1964 dan 1974.
Metode orisinil jigsaw, secara singkat digambarkan dalam bagian ini, membutuhkan pengembangan yang ekstensif dari materi-materi khusus. Metode itu adalah strategi belajar kooperatif dimana setiap siswa menjadi seorang anggota dalam bidang terentu. Kemudian membagi pengetahuannya kepada anggota lain dari kelompoknya agar setiap orang pada akhirnya dapat mempelajari konsep-konsep.
        Menurut Aronson pula, para siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, masing-masing anggota kelompok diberikan satu tugas untuk dikerjakan atau bagian-bagian dari materi-materi penelitian untuk dikoreksi dan ditinjau ulang. Para siswa dari masing-masing kelompok yanh memiliki tugas yang sama berkumpul membentuk kelompok anggota yang benar-benar baru. Karena kelompok-kelompok anggota yang baru ini mengerjakan tugas mereka, para siswa tersebut menjadi anggota dengan bidang-bidang mereka yang telah ditentukan dengan mempelajari bagaimana mengerjakan tugas-tugas mereka yang telah ditentukan juga. Para anggota dari kelompok anggota kemudian bekerjasama untuk menentukan bagaimana cara mengajarkan ilmu yang baru mereka peroleh kepada anggota lain dari kelompok-kelompok peneltuan asal. Segera sesudah kelompok-kelompok anggota itu melengkapi tugas-tugas mereka, para siswa kembali ke kelompok penelitian mereka.
        Pembelajarn kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi peelajarn untuk mencapai prestasi yang maksimal. Pembelajaran dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menuliskan opik yang akan dibahas atau dipelajari di papan tulis, white board, penayangan power point dan sebagainya. Guru menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.
        Untuk mengoptimalkan manfaat belajar kelompok, keanggotaan kelompok seyogyanya heterogen,baik dari segi kemampuannya maupun karakteristik lainnya. Dengan demikian, cara yang efektif untuk menjamin heterogenitas kelompok ini adalah guru membuat kelompok-kelompok itu. Jika siswa dibebaskan membuat kelompok sendiri maka biasanya siswa akan memilih teman-teman yang sangat disukainya misalnya sesama jenis, sesama etnik dan sama dalam kemampuan.
        Hal ini cenderung menghasilkan kelompok-kelompok yang homogen dan seringkali siswa tertentu tidak masuk dalam kelompok manapun. Oleh karena itu, memberikan kebebasan siswa untuk membenuk kelompok sendiri bukanlah cara yang baik, kecuali guru membuat batasan-batasan tertentu sehingga dapat menghasilkan kelompok-kelompok yang heterogen. Pengelompokan secara acak juga dapat digunakan, khusus jika pengelompokan itu terjadi pada awal tahun ajaran baru dimana guru baru sedikit mempunyai informasi tentang siswa-siswanya.
        Jumlah siswa yang bekerjasama harus dibatasi, agar kelompok-kelompok yang terbentuk dapat bekerjasama secara efektif, karena suatu ukuran kelompok mempengaruhi kemampuan produktifitasnya. Dalam hal ini, Soejadi (2000) mengemukakan bahwa jumlah anggota dalam satu kelompok apabila makin besar, dapat mengakibatkan makin kurang efektif kerjasama antar para anggota kelompoknya.
        Menururut Edward (1989), mengemukakan bahwa kelompok yang terdiri dari empat orang terbukti sangat efektif. Sedangkan Sudjana (1989) menyatakan bahwa beberapa siswa dihimpun dalam satu kelompok dapat teriri dari 4-6 orang siswa. Jumlah yang paling tepat menurut hasil penelitian Slavin adalah hal itu dikarenakan kelompok yang beranggotakan 4-6 orang sswa lebih sepaham dalam menyelesaikan suatu permasalahan dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan 2-4 orang.
        Yuzar (2005) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif jenis jigsaw, siswa belajar kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 org ,heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif  dan bertanggung jawab secara mandiri. Setiap nanggota kelompok bertanggung jawab atas ketuntasan bagian bahanpelajaran yang mesti di pelejari dan menyampaikan bahan tersebut kepada anggota kelompok sial.
Wedman (2006) mengemukakan ,model belajar kelompok menekankan nilai-nilai:
1)       Interakasi secara lisan untuk memahami informasi baru.
2)       Peranan siswa yang meminta pengorganisasian,menjelaskan dan mengklasifikasikan imformasi baru.
3)       Pengalaman sosial yang mempasilitasi pemahaman pengembangan individu.
Dalam Jigsaw ini setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa atau perwakilan dan kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota dan kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Selanjutnya materi tersebut didiskusikan mempelajari dan memahami setiap masalah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materi tersebut.
Pada tahap ketiga, setelah masing-masing perwakilan tersebut dapat menguasai materi yang ditugaskannya,kemudian masing-masing perwakilan tersebut kembali ke kelompok masing-masing atau kelompok asalnya. Selanjutnya masing-masing anggota tersebut menjelaskan pada teman satu kelompoknya sehingga teman satu kelompoknya dapat memahami materi yang di tugaskan guru.
Pada tahap ini siswa akan banyak menemui permasalahan yang tahap kesukarannya berpareasi. Pengalaman seperti ini sangat penting terhadap perkembangan mental anak. Piaget (dalam ruseffendi,1991) menyataka,”...bila menginginkan perkembangan mental maka lebih cepat dapat masuk ke pada tahap yang lebih tinggi,supaya anak di perkaya dengan banyak pengalaman”. Lebih lanjut Ruseffendi mengemukakan bahwa kecerdasan mannusia dapat di tingkatkan hingga batas optimalnya dengan pengayaan melalui pengalaman.
Pada tahap selanjutnya siswa di beri tes atau kuis,hal tersebut dilakukan untuk mengetaui apakah siswa sudah dapat memahami suatu materi. Dengan demikian,secara umum penyelenggaraan model belajar jigsaw dalam proses belajar mengajar dapat menumbuhkan tanggung jawabsiswa sehingga terlibat langsun secara akitf dalam memahami suatu persoalan dan menyelesaikan secara kelompok.
Pada kegiatan ini keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar semakin berkurang dalam arti guru menjadi pusat kegitan kelas. Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tangung jawab sera siswa akan merasa senang berdiskusi tentang Matematika dalam kelompoknya. Mereka dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dan juga dengan gurunyasebagai pembimbing. Dalam model pembelajaran biasa atau tradisional gur menjadi pusat semua kegiatan kelas. Sebaliknya, di dalam mode belajat tipe Jigsaw,meskipun tetap mengendalikan aturan,ia tidak lagi menjadi pusat kegiatan kelas,tetapi siswalah yang menjadi pusat kegiatan kelas.
Motivasi teman sebaya dapat digunakan secara efektif di kelas untuk meningkatkan, baik pembelajaran kognitip siswa maupun pertumbuhan efektip siswa. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi guru adalah motivasi siswa. Guru  cendrung menggunakan kompetensi untuk memotovasi siswa mereka dan sering mengabaikan strategi yang di dalamnya terdapat kerjasama dan motivasi teman sebaya yang dapat di gunakan untuk membantu siswa fous terhadap prestasi akademis. Mengapa tidak menciptakan suasana kelas yang saling membantu dan memotivasi untuk mencapai tujuan umum?. Aronson (1978) telah mengembangkan suatu strategi pendidikan, yaitu pendekatan jigsaw direncanakan untuk mengunakan metode pembelajaran kooperatif di kelas.
        Dalam model jigsaw versi Aronson,kelas dibagi menjadi satu kelompok kecil yang heterogen yang diberi nama tim jigsaw dan materi dibagi sebanyak kelompok menurut anggota timnya. Tiap-tiap tim diberikan satu set materi yang lengkap dan masing-masing individu ditugaskan untuk memilih topik mereka. Kemudian siswa di pisahkan menjadi kelompok ”ahli”atau ”rekan” yang terdiri dari seluruh siswa di kelas yang mempunyai bagian informasi yang sama.
        Di grup ahli,siswa saling membantu mempelajari materi dan mempersiapkan diri unuk tim jigsaw. Setelah siswa mempelajari materi di grup ahli, kemudian mereka kembali ke tim jigsaw untuk mengajarkan materi tersebut kepada teman setim dan berusaha untuk mempelajari sisa materi. Teknik ini sama dengan teka-teki yang di sebut pendekatan jidsaw. Sebagai kesimpulan dari pelajaran tersebut siswa dengan bebas memilih kuis dan diberikan nilai individu.
        Model jigsaw dapat digunakan secara efektif di tiap level dimana siswa telah mendapatkan keterampilan akdemis dari pemahaman,membaca maupun ketermpilan kelompok untuk belajar bersama. Jenis meteri yang paling mudah digunakan untuk pendekatan ini adalah bentuk naratif seperti ditemukan dal literatur,penilitian sosial membaca dan ilmu pengetahuan. Materi pelajaran harus mengembangkan keterampilan sebagai tujuan umum.

Langkah-langkah pembelajaran jigsaw
·    Siswa di bagi atas beberapa kelompok ( tiap kelompok anggotanya 5-6 orang).
·    Materi pelajran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.
·    Setiap anggota kelompok membaca subbab yang di tugaskan dan bertangung jawab untuk mepelajarinya. Misalnya;jika materi yang di sampaikan mengenai sistem ekskresi. Maka seorang siswa dari satu kelompok mempelajari tentang ginjal,siswa yang lain dari kelompok satunya mempelajari tentang paru-paru,begitupun siswa yang lainnya mempelajari kulit,dan lainnya lagi mempelajri hati.
·    Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam keompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
·    Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.
·    Pada pertemuan da diskusi kelompok asal,siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.

Persyaratan lain yang perlu disiapkan guru, antara lain; Bahan Kuis, Lembar Kerja Siswa (LKS), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sistem evaluasi pada Jigsaw sama dengan sistem evaluasi pada STAD, yaitu pemberian skor nilai baik secara individual maupun kelompok.
Bentuk adaptasi dari jigsaw yang lebih praktis dan mudah adalah Jigsaw II yang diadopsi oleh Slavin dan teman-temannya di Universitas Jhon Hopkins. Jigsaw tipe II ini digunakan apabila materi yang akan dipelajari berbentuk narasi tertulis. Metode ini paling sesuai untuk subjek-subjek seperti pelajaran ilmu sosial, literatur, sebagian pelajaran ilmu pengetahuan ilmiah dan bidang-bidang lainnya yang tujuan pembelajaran lebih kepada penguasan kemampuan.
Dalam belajar kooperatif tipe jigsaw, secara umum siswa dikelompokkan secara heterogen dalam kemampuan. Siswa diberi materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk dipelajari. Masing-masing anggota kelompok secara acak ditugaskan untuk menjadi ahli (expect) pada suatu aspk tertentu dari materi tersebut. Setelah membaca dan mempelajari materi, ”ahli” dari kelompok berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dari kelomopok lain sampai mereka menjadi ”ahli” di konsep yang ia pelajari. Kemudian kembali ke kelompok semula untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman sekelompoknya. Terakhir diberikan tes atau assessment yang lain pada semua topik yang diberikan.
Ada perbedan mendasar antara pembelajaran Jigsaw I dan Jigsaw II, kalau pada Jigsaw I, awalnya siswa hanya belajar konsep tertentu yang akan menjadi spesialisasinya sementara konsep-konsep yang lain ia dapatkan melalui diskusi dengan temen segrupnya. Sedangkan pada Jigsaw II, setiap siswa memperoleh kesempatan belajar secara keseluruhan konsep(scan read) sebelum ia belaajar spesialisasinya untuk menjadi expert. Hal ini untuk memperoleh gambaran menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan.
Langkah-langkah Pembelajaran dengan jigsaw:
                                                                                                                     
a)                    Orientasi
Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diberikan. Memberikan penekanan tentang manfaat penggunaan metode jigsaw dalam proses belajar mengajar. Mengingatkan senantiasa percaya diri, kritis, koopretif dalam model pembelajaran ini. Peserta didik diminta belajar onsep secara keseluruhan secara untuk memperoleh gambaran keseluruhan dari konsep.(Bisa juga pemahaman konsep ini menjadi tugas yang sebelumnya harus sudah dibaca di rumah).
b)                    Pengelompokan.
Misalkan dalam kelas ada 20 siswa, yang kita tahu kemampuan matematikanya dan sudah di-rinking (siswa tidak perlu tahu), kita bagi dalam 25% (ranking 1-5) kelompok sangat baik,25%(ranking 6-10) kelompok baik,25% selanjutnya(ranking 11-15) kelompok sedang,25%(ranking 15-20) rendah. Selanjutnya kita akan membaginya menjadi 5 grup (A-E) yang isi tiap-tiap grupnya heterogen dalam kemampuan matematika, berilah indeks 1 untuk siswa dalam kelompok sangat baik, indeks 2 untuk kelompok,baik indeks 3 untuk kelompok sedang dan indeks 4 untuk kelompok rendah. Misalnya ( A1 berarti grup A dari kelompok sangat baik,.....,A4grup A dari kelompok rendah).
Tiap grup akan berisi
Grup A
Grup B
Grup C
Grup D
Grup E
c)                    Pembentukan da pebinaan kelompok expert.
Selanjutya grup itu dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi yang kita berikan dan dibina supaya jadi exepert, berdasarkan indeksnya.
Kelompok 1 ( A1,B1,C1,D1,E1 )
Kelompok 2 ( A2,B2,C2,D2,E2 )
Kelompok 3 ( A3,B3,C3,D3,E3 )
Kelompok 4 ( A4,B4,C4,D4,E4 )
Tiap kelompok ini di beri konsep matematika (transpormasi) sesuai dengan kemampuanya. Kelompok 1 yang terdiri dari siswa yang baik kemampuannya di beri mateeri yang lebih kompleks worksheet 1 ( pencerminan pada garis y=x,y=-x,garis x=h,y=h dan pencerminan pada sumbu koordinat). Kelompok 2 diberi materi worksheet 2 ( translasi pada koordinat kartesius dan gabungan dua translasi). Kelompok 3 di beri materi  worksheet 3 ( menyatakan translasi dalam ektor kolom) dan kelompok 4 ( pencerminan pada sumbu x,pada y,sifat-sifat pencerminan)
Setiap kelompok diharapkan bisa belajar topik yang diberikan dengan ssebaik-baiknya sebelum ia kembali ke dalam grup sebagai tim ahli”expert”,tentunyab peran pendidik cukup penting dalam fase ini.
d)                   Diskusi (pemaparan ) kelompok ahli dalam grup.
Expertist (peserta didik ahli) dalam konsep tertentu ini, masing-masing kembali dalam grup semula. Pada fase ini kelima grup (1-5) memiliki ahli dalam konsep-konsep tertentu (Worksheet 1-4 ). Selamjutnya pendidik mempersilakan anggota grup untuk mempersenaasikan keahliannya kepada grupnya masing-masing, satu persatu . proses ini di harapkan akan terjadi shearing pengetahuan antar mereka.
Aturan dalam fase ini adalah:
-                      siswa memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap anggota tim mempelajari materi yang diberikan.
-                      Memperoleh pengetahuan baru adalah tanggung jawab bersama, jadi tidak ada yang selesai belajar sampai setiap anggota menguasai konsep.
-                      Tanyakan pada anggota grup sebelum tanya pada pendidik.
-                      Pembecaraan di lakukan secara pelan agar tidak mengganggu grup lain.
-                      Akhiri diskusi dengan ”merayakannya”agar memperoleh kepuasan.
e)                    Tes (penilaian)
Pad fase ini guru memberikan tes tulis untuk di kerjakan oleh siswa yang memuat seluruh konsep yang didiskusikan. Pada tes ini siswa tidak diperkenankan untuk bekerja sama. Jika mungkin tepat duduknya agak dijauhkan.
f)                    Pengakuan kelompok
Penilain pada pembelajaran kooperatif berdasarkan skor peningkatan individu,tidak didasarkan pada skor akhir yang di peroleh siswa,tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampui rata-rata skor sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan konstribusi poin maksimum pada kelompok. Siswa memperoleh skor untuk kelompoknya didasarkan pada skor kuis mereka melampui skor dasar mereka.


JIGSAW ORISINAL
`Model jigsaw oronson yang orisianal,irip dengan jigsaw II dalam sebagian besar aspeknya,tetapi juga mempunyai beberapa perbedaan penting. Dalam jigsaw orisinal, para siswa membaca bagian-bagian yang berbeda dengan yang dibaca oleh teman satu timnya. Ini memang berguna untuk membantu para ahli menguasai informasi yang unik, sehingga membuat tim sangat menghargai kontribusi tiap anggotanya.
Jigsaw orisinal juga membutuhkan waktu yang lebih sedikit dibanding dengan jigsaw II; bacanya singkat,hanya satu bagian dari seluruh unit yang harus dipelajari. Bagian yang paling sulit dari jigsaw orisinal adalah bahwa tiap bagian harus ditulis supaya dengan sendirinya dapat dipahami. Materi-materi yang ada tidak dapat digunakan,yang merupakan kebaikan dari jigsaw II:buku jarang sekali dapat dibagi-bdgi dengan rapi ke dalam bagian-bagian yang cukup masuk akal tanpa bagian lainnya.
Mempersiapkan unit jigsaw orisinal melibatkan penulisan kembali materi untuk menyesuaikannya dengan format jigsawII adalah bahwa semua siswa membaca semua materi, yang akan mebuat konsep-konsep yang telah disatukan menjadi lebih mudah untuk dipahami. Guru yang ingin memanfaaatkan kelebihan dari fitur-fitur tertentu dri jigsaw dapt mewujudkan dengan menggunakan jigsaw II dengan memodifikasi-memodifikasi sebagi berikut:
1.        tulislah unit-unit yang menampilkan informasi unik mengenai subjek tetapi buetlah supaya tetap masuk akal. Anda bisa melakuka ini dengan memotong bagian teks dan menambahkan informasi yang diperlukan,atau dengan menuliskan materi yang benar-benar baru.
2.        bagilah siswa ke dalam tim yang beranggotakan 5-6 orang dan buaatlah lima topik untuk tiap unit.
3.        tunjuklah satu orang pemimpin tim,dan tekankan latihan pembentukan tim sebelum dan selama menggunakn tehnik tersebut.
4.        seringlah menggunakan kuis-kuis dan jangan menggunakan sekor tim,skor kemajuan,atua lembar berita. Cukup berikan nilai individu kepada siswa.

CARA LAIN MENGGUNAKAN JIGSAW
Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode koperatif yang paling fleksibel. Beberapa modifikasi dapat membuaatnya tetap pada model dasarnya tetapi mengubah beberapa detil implementasinya:
1.        dari pada membuat para siswa merujuk kepada materi naratif untuk mengumpulkan informasi mengenai topik mereka,anda juga bis menyuruh mereka mencari serangkain materi-materi ke perpustakaan atau kelas untuk mendapatkan informasi tersebut
2.        setelah para ahli menyampaikan laporan, mintaklah siswa menulis esai atau memberikan laporan lisan dari pada memberikan kuis.
3.        anda juga bisa memberikan tiap tim topik yang unik untuk dipelajari dan memberikan masing-masing anggota tim sebuah subtopik dari pad sekedar menyuruh mereka semua mempelejari materi yang sama. Tim kemudian dapat mempersiapkan dan membuat sebuah presentasi lisan kehadapan kelas.
Pengertian  Diskusi Dan Metode Diskusi
Menurut pengertian yang dikemukakan dalam kamus besar bahasa Indonesia(1998) bahwa diskusi adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah. Diskusi juga dapat diartikan sebagai percakapan responsive yang dijalin oleh pertanyaan-pertanayaan problematic  yang  diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalah. 
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa-siswa dihadapkan  pada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan.
A.      Alasan Pemilihan Metode Diskusi
Salah satu komponen yang sangat menentukan terhadap keberhasilan atau tidaknya suatu proses pengajaran adalah metodenya. Sebagai penyaji memilih metode diskusi dikarenakan dengan menggunakan metode ini akan mendorong siswa berfikir sistematis dengan menghadapkannya kepada masalah-masalah yang akan dipecahkan. Selain itu dengan menggunakan metode diskusi, siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Dengan diskusi murid dapat saling tukar menukar informasi, menerima informasi dan dapat pula mempertahankan pendapatnya dalam rangka pemecahan masalah yang dapat ditinjau dari berbagai segi. Dengan metode diskusi, tepat diguanakan pada pembelajaran matematika dengan materi “Teorema Sisa dan Teorema Faktor” karena dengan materi ini muncul banyak permasalahan yang harus diselesaikan oleh siswa dengan mendiskusikannya. Metode diskusi merupakan suatu metode pengajaran yang mana guru memberi suatu persoalan atau masalah kepada murid, dan para murid diberi kesempatan secara bersama-sama untuk memecahkan masalah itu dengan teman-temannya. Dalam diskusi murid dapat mengemukakan pendapat, menyangkal pendapat orang lain, mengajukan usul-usul, dan mengajukan saran-saran dalam rangka pemecahan masalah yang ditinjau dari berbagai segi. Metode diskusi adalah suatu cara penyampaian materi pelajaran melalui sarana pertukaran pikiran untuk memecahkan persoalan yang dihadapai ( Semiwan, 19990 :76 ). Sedangkan menurut Suryosubroto ( 1997:179 ) mengemukakan metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pengajaran dengan guru memberikan kesempatan kepada siswa atau kelompok-kelompok untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun ke berbagai alternatif pemecahan suatu masalah. Dalam diskusi, setiap siswa turut berpartisipasi secara aktif dan turut aktif pula dalam memecahkan masalah. Semakin banyak siswa yang terlibat, semakin banyak pula yang mereka pelajari. Sedangkan guru tidak banyak ikut campur tangan sebab nantinya siswa tidak dapat belajar banyak. Dengan melaksanakan metode diskusi maka suasana kelas akan menjadi semakin hidup, setiap anak diharapkan menjadi berpartisipasi secara aktif. Dalam diskusi, peranan guru sebagai pusat pemberi informasi, pemberi ketegasan, penentu batas dapat dikurangi. Sehingga guru hanya sebagai pengatur lalu lintas dan penunjuk jalandalam pelaksanaan diskusi. Sedangkan pemecahan masalah diserahkan kepada semua siswa. Sebagai pengatur lalu lintas jalannya diskusi maka guru harus dapat mengatur jalannya diskusi agar pembicaraan tidak dikuasai oleh sebagian murid saja, mencegah agar tidak ada anak yang selalu memotong pembicaraan orang lain atau ribut-ribut bicara bersama, dan juga memberi kesempatan serta mendorong agar semua anak mengemukakan pendapatnya. Dalam hal ini guru dapat pula menurunkan ketegangan dari siswa dengan menjelaskan posisi argumentasinya deibandingkan dengan teman-temannya. Sebagai penunjuk jalan, maka harus bisa mengarahkan diskusi agar jalannya diskudi dapat berjalan dengan baik.
Hal-hal yang harus dilakukan guru sebagai penunjuk jalan adalah :    
1)      Menjelaskan kembali apa yang menjadi pokok permasalahan    apabila ada gejala-gejala pembahasan akan menyimpang pada persoalan semula.
2)       Menyerahkan gagasan baru di dalam melihat masalah yang sedang didiskusikan itu.  
3)       Menunjukkan aspek-aspek penting yang menjadi pokok pembahasan dengan ditinjau dari berbagai segi pemecahan masalah. 
4)       memutuskan kembali pernyataan seseorang siswa dengan jalan memperjelas pendapat anak yang kurang dapat dimengerti oleh anak lain.  
5)        Menyimpulkan semua yang telah dikemukakan siswa, di mana titik pertemuanya dan titik perbedaannya dijelasakan kembali kepada siswa.          
Pelaksanaan diskusi dalam proses belajar-mengajar, para siswa dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang disesuaikan dengan kebutuhan atau jenis diskusi. Setiap kelompok berkisar 5 sampai 8 orang. Sehingga kalau dalam kelas terdapat 40 siswa maka akan menjadi 5 samapi 6 kelompok diskusi. Masing-masing kelompok diberi persoalan untuk dipecahkan bersama-sama dalam kelompok tersebut. Permasalahan yang diberikan kepada setiap kelompok bisa sama atau berbeda-beda. Tentang pengaturan kelompok dan pemberian masalah sebaiknya disesuaikan dengan jenis diskusi yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar.
B.       Tujuan Metode Diskusi
Tujuan metode diskusi  adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan mengetahui pemahaman siswa. Secara umum tujuan metode diskusi antara lain:
Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama. Selama ini banyak guru yang merasa keberatan untuk menggunakan metode diskusi dalam proses pembelajaran. Keberatan itu biasanya timbul dari asumsi:
a.        Diskusi merupakan metode yang sulit diprediksi hasilnya oleh karena interaksi antar siswa muncul secara spssontan, sehingga hasil dan arah diskusi sulit ditentukan.
b.        Diskusi biasanya memrlukan waktu yang cukup panjang, padahal waktu pembelajaran didalam kelas sangat terbatas, sehingga keterbatasan itu tidak mungkin menghasilkan sesuatu secara tuntas.
Dalam proses belajar mengajar, metode diskusi mempunyai beberapa tujuan antara lain :
1)       Menanamkan dan mengembangkan keberanian untuk mengemukakan pendapat sendiri.                                                               
2)       Mencari kebenaran secara jujur melalui pertimbangan pendapat yang mungkin saja berbeda antara satu dengan yang lain.
3)       Belajar menemukan kesepakatan pendapat melalui musyawarah.       
4)       Memberikan kehidupan kelas yang lebih mendekati kegiatan hidup yang sebenarnya.
Sebenarnya hal ini tidak perlu dirisaukan oieh guru. Sebab dengan perencanaan dan persiapan yang matang kejadian seperti itu bisa dihindari.
Dilihat dari pengorganisasian materi pembelajaran, ada perbedaan yang sangat prinsip dibandingkan dengan metode sebelumnya, yaitu ceramah dan demonstrasi. Kalau ceramah atau demonstrasi materi pelajaran sudah diorganisir sedemikian rupa sehingga guru tingggal menyampaikannya, maka tidak demikian halnya dengan metode diskusi. Pada metode ini bahan atau materi pembelajaran tidak diorganisir sebeelumnya  serta tidak disajikan langsung kepada siswa, materi pembelajaran ditemukan dan diiorganisir oleh siswa sendiri, oleh karena tujuan terutama metode ini bukan hanya sekedar hasil belajar, tetapi yang penting adalah proses belajar.

C.       Jenis-Jenis Diskusi
Terdapat bermacam-macam jenis diskusi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain:
1)       Diskusi kelas
        Diskusi kelas disebut juga diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah yang dilakukan seluruh anggota kelas sebagai angota diskusi. Prosedur yang digunakan  dalam jenis diskusi ini adalah :
a.        guru membagi tugas sebagai pelaksanaan diskusi, misalnya siapa yang akan menjadi moderator, siapa yang menjadi penulis.
b.        Kedua, sumber masalah di (guru, siswa atau ahli tertentu dari luar) memaparkan masalah yang harus dipecahkan selama 10-15 menit.
c.        Ketiga, siswa di berikan kesempatan untuk menaggapi permasalahan setelah mendaptar pada moderator.
d.        Keempat, sumber masalah member tanggapan, dan kelima, moderator menyimpulkan hasil diskusi.
2)       Diskusi kelompok kecil
Diskusi kelompok kecil dilakukan membagi siswa dalam kelompok- kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaan di mulai sejak guru menyajikan permasalahan secara umum, kemudian masalah tersebut di bagi- bagi kedalam sub masalah yang harus di pecahkan oleh setiap kolompok kecil. Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok menyajikan hasil diskusinya.
3)       Simposium
Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalaan di pandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Setelah para ahli memberikan pandangannya tentang masalah yang di bahas, maka symposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus yang telah di tentukan sebelumnya,
4)       Diskusi panel
Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang di lakukan oleh beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan audien. Diskusi panel berbeda dengan jenis diskusi lainya. Dalam diskusi panel audiens tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan hanya sekedar peninjau para penelis yang sedang melaksanakan diskusi. Oleh sebab itu , agar diskusi panel afektif perlu di gabungkan dengan metode lain, misalnya dengan metode penugasan. Siswa di suruh untuk merumuskan hasil pembahasan diskusi.
Secara umum ada dua jenis diskusi yang biasa dilakukan  dalam proses pembelajaran
1.        Diskusi kelompok
Diskusi ini juga dinamakan diskusi kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh keelas secara keseluruhan dan yang mengatur jalannya diskusi adalah guru itu sendiri.
2.        Diskusi kelompok kecil
Pada diskusi ini siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok tersiri dari 3-7 orang. Proses pelaksanaannya ini dimulai dari guru menyajikan masalah dengan beberapa sub masalah. Setiap kelompok memecahkan sub masalah yang disampaikan guru.  Proses didkusi diakhiri dengan laporan setiap kelompok
Jenis apa pun diskusi yang digunakan menurut bridges (1979) dalam proses pelaksanaannya, guru harus mengatur kondisi agar :
1)       Setiap siswa dapat bicara mengeluarkan gagasan dan pendapatnya
2)       Setiap siswa harus saling mendengar pendapat orang lain
3)       Setiap siswa harus saling member respon
4)       Setiap siswa harus ddapat mengumpulkan atau mencatat ide-ideyang dianggap penting
5)       Melalui diskusi setiap siswa harus dapat mengembangkan pengetahuannya serta memahami isu-isu yang dibicarakan dalam diskusi.
Kondisi tersebut ditekankan oleh Bridges sebab diskusi merupakan metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan  strategi pembelajaran berbasis pemecahan masalah. Strategi ini diharapkan bisa mendorong siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah serta dapat mengembangkan pengetahuan siswa.
D.      Langkah-Langkah Menggunakan Metode Diskusi
Agar penggunaan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan llangkah-langkah sebagai berikut:
1)       Langkah persiapan
Hal-hal yang harus diperhatiikan dalam persiapan diskusi diantaranya:
·          Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujauan yang bersifat umum maupun tujuan yang khusus. Tujuan yang ingin dicapai mesti di pahami oleh setiap siswa sebagai peserta diskusi. Tujuan yang jelas dapat dijadikan sebagai kontrol dalam pelaksanaan.
·          Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Misalnya, apabila tujuan yang ingin dicapai adalah penambahan wawasan siswa tentang suatu persoalan, maka dapat digunakan diskusi panel,sedangkan jika yang diutamakan adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam mengembangkan gagasan, maka simposisum dianggap sebagai jenis diskusi yang tepat.
·          Menetapkan masalah yang dibahas. Masalah dapat ditentukan dari isi materi pembelajaran atau masalah-masalah yang actual yang terjadi dilingkungan masyarakat yang dihubungkan dengan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkan.
·          Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tehnis pelaksanaan diskus, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya, petugas-petugas diskusi-seperti moderator, notulis, dan tim perumus, manakala diperlukan.
2)       Pelaksanaan diskusi
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah:
·          Memeriksa segala persiapan yang dianggapa dapat mempengaruh kelancaran diskusi.
·          Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang dicapai secara aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang dilakasanakan.
·          Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memerhatikan suasana atau  iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak saling mennyudutkan,
·          Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
·          Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedangv dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengembalian biasannya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak terfokus.
3)       Menutup diskusi
Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi hendaklah lakukan hal-hal sebagai berikut:
·          Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi.
·          Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya
Agar proses pembelajaran dengan metode diskusi berjalan lancar, dan menghasilkan tujuan belajar secara efektif, perlu diperhatikan langkah-langkah berikut.
a.        Rumuskanlah tujuan dan masalah yang akan dijadikan topic diskusi.
b.        Siapkanlah sarana dan prasarana yang diperlukan untuk diskusi.
c.        Susunlah peranan-peranan peserta didik dalalm diskusi, sesuai dengan diskusi yang akan dilakukan.
d.        Berillah pengarahan kepada pesrta didik secukupnya agar melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan diskusi.
e.        Ciptakanlah suasana yang kondusif sehingga peserta dapat mengemukakan pendapat secara bebas untuk memecahkan masalah yang didiskusikan.
f.         Berilah kesempatan kepada peserta didik secara merata agar diskusi tidak didominasi oleh beberapa orang saja.
g.        Sesuaikanlah penyenggaraan diskusi dengan waktu yang tersedia.
h.        Sadarlah akan peranan guru dalam diskusi, baik sebagai fasilitator, pengawas, pembimbing, maupun sebagai evaluator jalannya diskusi.
i.         Akhirilah diskusi dengan mengambil kesimpulan dari apa-apa yang telah dibicarakan. Kesimpulan sebaiknya dilakukan oleh peserta didik, mungkin dibawah bimbingan guru. Kalau peserta didik sulit untuk mengambil kesimpulan, kesimpulan dapat dilakukan oleh guru, jangan sampai mengulur-ulur waktu.
E.       Kelebihan Dan Kekurangan Metode Diskusi
Ada beberapa kelebihan metode diskusi, mana kala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.
1.        Metode diskusi dapat merangsang siswa unutk lebih kreatif khususnya dalam memberikan gagasan-gagasan dan ide-ide.
2.        Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan.
3.        Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atu gagasan secara verbal. Disamping itu juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain
4.        Memperluas wawasan
5.        Merangsang kreativitas anak didik dalam bentuk ide, gagasan-prakarsa, terobosan baru dalam pemecahan suatu masalah.
6.        Membina untuk terbiasa musyawarah untuk mufakat dalam memecahkan suatu masalah
Selain bebrapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:
1.        Serinng terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki bketerampialan berbiara.
2.        Kadang-kadang pembahasan di dalam diskusi meluas sehingga kesimpulan menjadi kabur.
3.        Memerlukan waktu yang cukup panjang , yang kadang-kadang tidak sesuai dengan direncanakan
4.        Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosionalyang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.
5.        Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar
Peserta mendapatkan informasi yang terba Agar pelaksanaan diskusi dapat berjalan dengan baik, maka guru perlu mencari permasalahan yang kira-kira tepat untuk menjadi bahan diskusi. Masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang baik untuk dijadikan bahan diskusi hendaknya memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1)       Masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan itu hendaknya mengandung berbagai kemungkinan jawaban atau pemecahan, sehingga setiap jawaban itu mempunyai kebenaran ditinjau dari sudut pandang tertentu
2)        Masalah-masalah itu hendaknya mempunyai arti bagi anak dan hendaknya disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak.
3)        Masalah atau pertanyaan itu hendaknya dapat mengembangkan tarap belajar yang lebih tinggi.
Cara-cara mengatasi kelemahan-kelemahan metode diskusi ada beberapa cara yang dapat diupayakan untuk mengatasi kelemahan metode diskusi antara lain :
·         Dalam menggunakan metode diskusi perhatikan persyaratan berikut :
·         Taraf kemampuan murid
·         Tingkat kesukuran yang memerlukan pemecahan yang serius agar dipimpin langsung oleh guru
·         Kalau pimpinan diskusi diberikan kepada murid hendaknya diatur secara bergiliran
·         Guru tak boleh sepenuhnya mempercayakan pimpinan diskusi pada murid, perlu bimbingan dan kontrol
·         Guru mengusahakan seluruh murid ikut berpartisifasi dalam diskusi
·         Diusahakan supaya murid mendapat giliran berbicara dan murid lain belajar bersabar mendengarkan pendapat temannya.

Pengertian Pembelajaran Kooperatif  Tipe STAD
                        Pada dasarnya pengertian pembelajaran kooperatif secara umum banyak  dikemukakan oleh para ahli diantaranya : Pembelajaran kooperatif adalah sikap siswa atau perilaku bersama, kadang-kadang harus diperhatikan oleh guru atau membantu diantara sesama, dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompoknya yang terdiri dari dua orang atau lebih yang saling kerja sama (Stahl,1994). Sedangkan,                           
Jhonson & Jhonson (1994) mengemukakan pembelajaran kooperaif adalah mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama. Sunal & Hass(1993) pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan serangkaian strategi yang khusus di rancang untuk member dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama berlangsungnya proses pembelajaran
                        Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) merupakan pendekatan Cooperatif Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam mengusai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division ( STAD ) ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok 4-5 orang secara heterogen.
STAD merupakan salah satu system pembelajaran kooperatif yang didalamnya siswa dibentuk kedalam kelompok belajar yang mempunyai tingkat kemampuan dan jenis kelamin yang berbeda. Guru memberikan pelajaran dan selanjutnya siswa bekerja dalam kelompok masing- masing untuk memastikan bahwa angota kelampok telah menguasai pelajaran yang telah diberikan kemudian siswa melaksanakan tes atas materi yang diberikan dan mereka harus mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa lainnya. Ibrahim dkk ( 2000: 20 – 21 ) mentatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran yang paling sederhana.  guru yang mengunakan STAD juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan persentasi perbal atau teks ( dapat dipertanggung jawabkan ).
Pembelajaran STAD Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok. Slavin ( dalam Nur, 2000: 26 ) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan  dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis  tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran matematika.
                        Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division ( STAD ) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas Jhon Hopkin ( dalam Slavin, 1995 ) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif. Tipe yang dikembangkan Slavin ini merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi  diantara sisiwa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Nur dan Wikandari (2000: 31 – 32 ), STAD terdiri dari siklus kegiatan pengajaran seperti berikut ini:
n     Mengajar: menyajikan pelajaran
n     Belajar dalam tim: siswa bekerja didalam tim mereka denagn dipandu oleh lembar kegiatan siswa untuk menuntaskan materi pelajaran.
n     Tes: siswa mengerjakan kuis atau tugas cara indipidual
n     Pengargaan tim: sekor tim dihitung berdasarkan sekor peningkatan  angota tim, dan srtivikat, laporan berkala kelas, atau papan pengumunan digunakan  untuk member pengargaan kepada tim yang berhasil mencetak sekor tinggi.
Pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi :
1.      Tahap penyajian materi, dimana pada tahap ini guru memulai dengan menyampaikan indicator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari, serta dilanjutkan dengan memberikan persepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasarat yang telah dipelajari sebelumnya.
               Dalam pengembangan materi pembelajaran perlu ditekankan hala-hal sebagai berikut :a) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok, b) menekankan bahwa pelajar adalah memahami makna dan bukan hapalan, c) memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa, d) memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah, e) beralih kepada metari selanjutnya apabila siswa telah memahami permasalahan yang ada.
2.      Tahap kerja kelompok, pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari, dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompaok dapat memahami matri yang dibahas, dan satu lembar dikumpulkan sabagai hasil kerja kelompok. Sementara guru berserang sebagai pasilitator dan motipator kegiatan setiap kelompok
3.      Tahap tes individu, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, diadakan tes pada individual mengenai materi yang telah dibahas
4.      Tahap perhitungan sekor perkembangan induvidu, dihitung berdasarkan skor awal,
5.      Tahap pemberian pengargaan kelompok, yaitu pemberian pengarggaan kepada kelompok dimana pengargaan masing – masing kelompok diberiakan berdasarkan sekor rata – rata yang diperoleh dengan menyebutnya sebagai kelompok baik, hebat dan super.
   
A.             Persiapan – persiapan yang dilakukan dalam tipe STAD
               Seperti halnya pembelajaran yang lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga membutuhkan persiapan-persiapan  yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain :
a.   Perangkat Pembelajaran
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi Rencana Pembelajaran ( RP ), Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa ( LKS ) beserta lembar jawabannya.
b.     Membentuk Kelompok Kooperatif
                  Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Tentunya di dalam kelas ada terdiri dari sparuh laki-laki dan separuh perempuan, tiga perempat kulit putih, dan seperempat minoritas boleh saja membentuk kelompok yang terdiri dari empat orang yang terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan, dan tiga siswa kulit putih serta satu siswa minoritas. Kelompok tersebut juga harus terdiri dari seorang siswa berprestasi tinggi,seorang siswa berprestasi rendah, dan dua lainnya berprestasi sedang. Tentunya berprestasi tinggi, adalah sebuah terminologi yang relatif, ini berarti tinggi untu kelas yang bersangkutan, tidak perlu tinggi bila dibandingkandengan norma-norma nasional.  Apabila memungkinkan kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang social. Apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik, yaitu :
1.        Siswa dalam kelas terlebih dahulu di-ranking sesuai kepandaian dalam mata pelajaran matematika. Tujuannya adalah untuk mengurutkan sisiwa sesuai kemampuan matematika dan digunakan untuk mengelompokkan sisiwa ke dalam kelompok.
2.        Menentukan tiga kelompok dalam kelas  yaitu kelompok atas, kelompok menengah, dan kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25% dari seluruh siswa yang diambil dari siswa ranking satu, kelompok tengah 50% dari seluruh siswa yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok atas,dank elompok bawah sebanyak 25% dari seluruh siswa yaitu tersiri atas siswa setelah diambil kelompok atas dan kelompok menengah.
c. Menentukan Skor Awal
                                       Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal.
d. Pengaturan Tempat Duduk
                Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbilkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas koopratif.
e. Kerja Kelompok
                       Untuk mencegah hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerja sama kelompok. Hal ini bertujuan untuk labih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.

B.              Tahap Pelaksanaan  Pembelajaran Tipe STAD
1.   Persiapan materi  dan penerapan Siswa dalam kelompok
                Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajari siswa dalam kelompok-klompok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal  4-5 orang, aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada :
a.      Kemampuan akademik ( pandai, sedang dan rendah ) yang didapat dari hasil akademik ( skor awal ) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan tingkat prestasi seimbang.
b.     Jenis kelamin, latar belakang social, kesenangan bawaan / sifat ( pendiam dan aktif ).
2.   Penyajian Materi Pelajaran
a.          Pendahuluan
          Disini perlu dtekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan menginformasika hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya. Yang mana guru memulai dengan menyampaikan indicator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa yang terkait dengan materi yang akan disampaikan. Dilanjutkan dengan memberikan persepsi dengan tujuan untuk mengingatkan  siswa terhadap materi prasarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Mengenai tekhnik penyajian materi pelajaran dapat dilakukan secara klasikal . Hal ini merupakan pengajaran seperti yang seringkali dilakukakn atau disuse pelajaran yang di pimpin oleh guru, tetapi bias juga memasukkan persentasi audiovisual. Bedanya persentase kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa persentasi tersebut haruslah benar-benar berfocus pada unit STAD. Lamanya presentasi dan berapa kali harus dipresentasikan bergantung pada kekomplekkanmateri yang akan dibahas.
b.          Pengembangan
          Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk mamahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-pertanyaan diberikan penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih konsep yang lain. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ini, antara lain :
n    Tetaplah selalu pada hal-hal yang akan disampaikan agar dapat dipelajari oleh siswa.
n    Fokuskan pada pemaknaan, bukan penghafalan.
n    Demonstrasikan secara aktif konsep-konsep atau skil-skil, dengan menggunakan alat bantu visual, cara-cara cerdik, dan contoh yang banyak.
n    Nilailah siswa sesering mungkin dengan memberikan banyak pertanyaan.
n    Jalaskan mengapa sebuah jawaban bisa salah atau benar, kecuali jika memang sudah sangat jalas.
n    Berpindahlah pada konsep berikutnya begitu para siswa telah menangkap gagasan utamanya.
c.          Praktek terkendali
Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal atau contoh dan mempersiapkan jawaban terhadap pertanyaan/soal,, memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu yang lama.
3.   Kegiatan kelompok
         Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru member bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang akan dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi, kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Siswa diminta untuk merespon satu rangkaian soal sambil guru mengamati kalau terjadi miskonsepsi. Pada latihan terkontrol ini respon setiap siswa sangat menguntungkan bagi guru dan siswa. Pengembangan dan latihan terkontrol dapat saling mengisi dengan total waktu 20 menit. Guru harus memasukkan rincian khusus tanggung jawab kelompok dan ganjaran individual berdasarkan pencapaian materi yang dipelajari.
Adapun tugas dan tanggung jawab setiap kelompok terhadap kelompoknya yaitu :
n         Setiap anggota kelompok memilikitanggung jawab untuk memastikan bahwa teman satu kelompok mereka telah mempelajari materinya.
n         Setiap kelompoktidak ada yang boleh berhenti belajar sampai semua anggota kelompokmenguasai pelajaran tersebut,
n         Setiap anggota kelompok harus meminta bantuan kepada teman angota kelompoknya, apabila belum paham
4.   Evaluasi
                Dilakukan selama 45-60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan untuk saling membantu. Hasil evaluasi digunakan sebagai  nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok.
Adapun prosedur yang dapat dilakukan diantaranya:
n         Bagikan soal, berupa soal kuis dan waktu yang sesuai kepada siswa untuk menyelesaikannya dan tidak boleh kerjasama
n         Biarkan siswa saling bertukar kertas dengan anggota kelompo lain, ataupun mengumpulkan kuisnya untuk dinilai setelah kelas selesai.
5.   Penghargaan kelompok
                Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok. Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super.
6.   Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok
Satu periode penilaian ( 3-4 minggu ) dilakuka perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain.

Materi Matematika yang Relevan dengan STAD
                Materi-materi matematika yang relevan dengan pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions ( STAD ) adalah materi-materi yang  hanya untuk memahami fakta-fakta, konsep-konsep dasar dan tidak memerlukan penalaran yang tinggi dan juga hafalan, misalnya bilangan bulat, himpunan-himpunan, bilangan jam dll. Dengan penyajian materi yang tepat dan menarik bagi siswa, seperti halnya pembelajran kooperatif tipe STAD dapat memaksimalkan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

C.              Langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ( Nur dan Wikandari, 2000: 32-35)
a.   Bagilah kelompok ke dalam kelompok-kelompok masing-masing terdiri dari empat atau lima anggota. Sebaiknya empat anggota, karena membuat kelompok terdiri dari lima anggota hanya apabila kelas tidak dapat dibagi habis dengan empat anggota. Untuk menempatkan siswa dalam kelompok, urutkan mereka dari atas ke bawah berdasarkan kinerja akdemik tertentu dan bagilah daftar siswa yang telah urut itu menjadi empat. Kemudian ambil  satu siswa dari tiap perempatan itu sebagai anggota tiap kelompok, pastikan bahwa kelompo-kelompok yang terbentuntuk itu brimbang menurut jenis klamin dan asal suku.
b.   Buatlah lembar kegiatan siswa ( LKS ) dan kuis pendek untuk pelajaran yang anda rencanakan untuk diajarkan. Selama belajar kelompok ( satu atau dua peroiode kelas ) tugas anggota kelompok adalah menguasai secara tuntas materi yang akan dipresentasikan dan membantu anggota kelompok menguasai secara tuntas materi  tersebut. Siswa mendapat LKS atau materi pelajaran lain yang dapat digunakan untuk latihan keterampilan yang sedang diajarkan dan menilainya sendiri dan anggota kelompoknya.
c.   Pada saat anda mnjelaskan STAD, kepada kelas anda, bacakan tugas-tugas yang harus dikerjakan kelompok.
n         Mintalah anggota kelompok bekerja sama mengatur bangku atau meja-kursi mereka, dan berikan kesempatan sekitar 10 menit untuk memilih nama kelompok mereka.
n         Bagilah LKS atau  materi belajar lain ( dua set untuk tiap kelompok ).
n         Anjurkan agar siswa pada tiap-tiap kelompok bekerja dalam duaan ( berpasangan ) atau tigaan. Apabila mereka sedang mengerjakan soal, setiap siswa dalam suatu pasangan atau tigaan hendaknya mengerjakannya diantara teman dalam pasangan atau tigaan itu. Apabila ada siswa yang tidak dapat, mengerjakan soal itu, teman satu kelompok  siswa itu memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan soal itu. Apabila siswa-siswa itu  sedang mengerjakan soal-soal jawaban singkat, meeka dapat saling mengajukan pertanyaan  diantara satu kelompok, partner secara  bergantian memegang lembar jawaban atau menciba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
n         Beri penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar sampai mereka yakin bahwa seluruh anggota kelompok mereka dapat menjawab 100% benar soal-soal kuis tersebut.
n         Pastikan siswa memahami bahwa LKS itu untuk belajar, bukan untuk diisi dan dikumpulkan. Oleh karena itu, penting bagi siswa pada akhirnya diberi lembar kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan mereka sendiri dan teman satu kelompok  mereka pada saat mereka belajar.
n         Berikan kesempatan kepada siswa untuk saling menjelaskan jawaban mereka, tidak hanya saling mencocokkan jawaban mereka dengan lembar kunci jawaban itu.
n         Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka untuk mengajukan pertanyaan itu kepada teman satu kelompok mereka sebelum mengajukan kepada anda.
n         Pada saat siswa bekerja dalam kelompok, berkelilinglah  di dalam kelas, berikanlah pujian kepada kelompok yang bekerja baik dan secara bergantian duduklah bersama tiap kelompok untuk memperhatikan bagaimana angota-anggota tim itu bekerja.
d.     Bila tiba saatnya memberikan kuis, bagikan kuis atau bentuk evaluasi yang lain, dan berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan tes itu. Jangan mengijinkan siswa untuk bekerja sama pada saat mengerjakan kuis itu;pada saat ini mereka harus menunjukkan bahwa mereka telah belajar sebagai individu.mintalah siswa menggeser  tempat duduknya lebih jauh bila hal ini dimungkinkan.salah satu cara dapat ditempuh,meminta siswa saling menukarkan pekerjaan mereka dengan siswa anggota tim lain atau mengumpulkan pekerjaan itu untuk anda periksa sendiri pada kesempatan lain. 
e.   Buatlah skor individual dan skor  tlm.skor  tim pada STAD didasaarkan pada peningkatan skor  anggota tim dibandingkan dengan skor yang lalu mereka sendiri.sesegera mungkin setelah tiap kuis,anda seharusnya menghitung skor  peningkatan individual  dan skor tim,dan mengumumkan skor tim itu secara tertulis dipapan pengumuman atau cara lain yang sesuai.apabila mungkin,pengumuman skor  tim itu dilakukan pada pertemuan pertama setelah kuis tersebut.hal ini  membuat  hubungan antara bekerja dengan baik dan menerima pengakuan jelas bagi siswa,meningkatkan motivasi mereka untuk melakukan yang terbaik.hitunglah skor  tim dengan menjumlahkan poin peningkatan yang diperoleh tiap anggota tim dan membagi jumlah itu dengan jumlah anggota tim yang mengerjakan  kuis itu.
f.    Pengakuan kepada prestasi tim . segera setelah anda menghitung poin untuk tiap siswa dan menghitung skor tim.anda hendaknya mempersiapkan semacam pengakuan kepada tiap tim yang mencapai rata-rata peningkatan 20 atau lebih.anda dapat memberikan sertifikat kepada anggota tim atau mempersiapkan suatu peragaan dalam papan penumuman.penting untuk membantu siswa menghargai skor  tim. Minat anda sendiri yang besar terhadap skor tim akan membantu. Apabila anda memberikan lebih dari satu kuis dalam satu minggu,kombinasikan hasil-hasil kuis itu kedalam satu skor mingguan. Setelah 5 atau 6 minggu penerapan STAD,aturlah ulang siswa kedalam tim-tim baru. Hal ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan teman sekelas yang lain dan menjaga program pengajaran tetap segar. Setiap model-model pembelajaran ,pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Begitu juga pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Adapun kelebihan model pembelajaran kooperatif  tipe STAD adalah:
n         dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar,
n         dapat meningkatkan prestasi belajar siswa,
n         dapat meningkatkan kreatifitas siswa,
n         dapat mendengar,menghormati,serta menerima pendapat siswa lain,
n         dapat mengurangi kejenuhan dan kebosanan,
n         dapat mengdentifikasikan perasaannya juga perasaan siswa lain,                                                   
n         dapat meyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain dan meyakinkan dirinya untuk saling memahami  dan saling mengerti.

D.             Keunggulan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif  Tipe STAD
                        Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah adanya kerja sama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu, sehingga setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Selain kelebihan, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memiliki kekurangan, antara lain:
1.          setiap siswa harus berani berpendapat atau menjelaskan kepada  teman-temannya,
2.          siswa akan sedikit ramai ketika perpindahan kelompok (dari kelompok asal ke kelompok ahli).

E.     Menghitung Skor Individu dan kelompok
                          Menurut Slavin ( dalam Ibrahim, dkk. 2002 ) untuk memberikan skor perkembangan  individu dihitung seperti pada table di bawah ini :
              TABLE PERHITUNGAN SKOR  PERKEMBANGAN
Nilai Tes
Skor Perkembangan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal……
0 poin
10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor awal…..
10 poin
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal……
20 poin
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
30 poin
Nilai sempurna ( tanpa memperhatikan skor awal )…..
30 poin

Menghitung Skor Kelompok
Skor kelompok ini dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlah semua skor pekembangan yang diperoleh anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini :
TINGKAT PERKEMBANGAN KELOMPOK
Rata-rata kelompok
Predikat
0 ≤ x ≤ 5
-
5 ≤ x ≤ 15
Kelompok baik
15 ≤ x ≤ 25
Kelompok hebat
25 ≤ x ≤ 30
Kelompok super

                Perhatikan bahwa, kriteria ini merupakan satu rangkaian sehingga untuk menjadi Kelompok yang Sangat Baik sebagian besar anggota tim harus memiliki skor di atas skor awal mereka, dan untuk menjadi Kelompok yang Super sebagian besar anggota Kelompok harus memiliki skor setidaknya 10 poin di atas skor dasar mereka
             DAFTAR PUSTAKA
n  Slavin, Robert E. 2005. Cooperatif Learning (Teori riset dan Praktik). Bandung : Nusa media.
n  Trianto.2009. Mendesain Model pembelajaran Inovatif progresif. Surabaya : Prenada media.
n  Irzani.2009.Strategi Belajar Mengajar Matematika.Yogyakarta : Media Grafindo Press.






                                                                                                                                                         



Komentar

Postingan populer dari blog ini

FAKTA, KONSEP DAN PRINSIP DALAM MATEMATIKA

8 SMP Soal Pembahasan Garis Singgung Lingkaran

Turunan Fungsi