Pembelajaran Matematika Menurut Paham Konstruktivisme
Ditulis pada 11 September 2011
Hi sahabat, setelah kemarin kita membahas tentang Prinsip-prinsip Kunci Teori Konstruktivisme Vygotsky,
kini kita akan bercerita tentang aplikasi teori tersebut dalam pembelajaran
matematika. Pandangan konstruktivistik tentang pembentukan pengetahuan adalah subjek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksi dengan lingkungannya. Melalui bantuan struktur-struktur kognitif ini, subjek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subjek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi. Pembelajaran Matematika Menurut Paham Konstruktivisme.
Hal terpenting dalam teori konstruktivisme adalah
bahwa dalam proses pembelajaran, si pebelajarlah yang harus mendapatkan
penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan
pembelajar atau orang lain. Merekalah yang harus bertanggungjawab terhadap
hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan.
Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri
dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental
learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman
konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran
konstruktivisme, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam
konteks yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajaran
dalam konteks pengalaman sosial, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya
mengkonstruksi pengalaman (Pranata, http:/puslit.petra.ac.id/journals/interior/.)
Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan
dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta
interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si pebelajar termotivasi
dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si
pebelajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan, tergantung
pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Pembelajaran Matematika Menurut Paham Konstruktivisme
Werrington dan Kamii (Suherman, 2001),
menjelaskan suatu pendekatan pembelajaran pembagian dengan menggunakan pecahan
tanpa mengajarkan algoritma tentang mengali dan membagi. Dalam kelas
konstruktivis seorang guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan
persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk
menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa
memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar
atau tidak. Namun guru siswa setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan
saling tukar menukar ide sampai persetujuan yang dicapai tentang apa yang masuk
diakalnya.
Pendekatan ini secara radikal berbeda dengan
pendekatan tradisional dimana guru adalah seseorang yang selalu diikuti
jawabannya. Di dalam kelas konstruktivis para siswa diberdayakan oleh
pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi
penyelesaian, debat antara satu dengan yang lainnya, berfikir secara kritis
tentang cara terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah.
Cobb (Suherman, 2001) mengatakan bahwa dari
perspektif konstruktivisme, belajar matematika bukanlah suatu proses
pengepakan pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir aktivitas
dan berfikir konseptual, didefinisikan oleh Cobb bahwa belajar matematika
merupakan proses di mana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan
matematika.
Para ahli matematika setuju bahwa belajar
matematika adalah manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan
rumus-rumus saja. Mereka menolak paham bahwa matematika dipelajari dalam satu
koleksi yang berpola linier.
Ada
perbedaan yang sangat berarti pada pembelajaran matematika dengan paradigma
konstruktivisme dan dengan pendekatan tradisional. Di dalam konstruktivisme
peranan guru bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan
mengarahkan siswa untuk membentuk (mengkonstruksi) pengetahuan matematika
sehingga diperoleh struktur matematika. Sedangkan paradigma tradisional, guru
mendominasi pembelajaran dan guru senantiasa menjawab dengan segera terhadap
pertanyaan-pertanyaan siswa. Paradigma konstruktivisme guru bernegosiasi dengan
siswa artinya guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan kembali yang lebih
menantang sehingga siswa berfikir lebih lanjut yang menyebabkan penguasaan
konsepnya semakin kuat.
Dengan demikian pembelajaran matematika menurut
paham konstruktivisme dapat dirumuskan bahwa seorang guru matematika hendaknya
mempromosikan dan mendorong pengembangan setiap individu di dalam kelas untuk
menguatkan konstruksi matematika, untuk pengajuan pertanyaan (posing),
pengkonstruksian, pengeksplorasian, pemecahan, dan pembenaran masalah-masalah
matematika serta konsep-konsep matematika. Guru juga diharapkan mencoba
berusaha mengembangkan kemampuan siswa untuk merefleksikan dan mengevaluasi
kualitas konstruksi mereka.
Komentar
Posting Komentar